TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Timur Tengah menuai reaksi banyak pihak. Agen perekrut tenaga kerja Yordania, misalnya, kecewa atas moratorium tersebut.
Humas Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Haryanto memaklumi kekecewaan itu. "Wajar mereka keberatan karena kebutuhan tenaga kerja, kan, sudah mereka perhitungkan," kata Haryanto saat dihubungi pada Kamis, 7 Mei 2015.
Namun, menurut Haryanto, moratorium TKI telah menjadi kebijakan nasional yang mau tak mau harus diterima. "Risiko atas kebijakan ini sudah diperhitungkan," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Asosiasi Perekrut Tenaga Kerja Yordania (DHRAA) Khaled Hseinat menyatakan keputusan moratorium TKI Indonesia akan berdampak negatif pada bisnis tenaga kerja asing. Delegasi dari Yordania telah mengunjungi Indonesia empat bulan lalu untuk membahas pembukaan kembali pasar lokal bagi pembantu rumah tangga asal Indonesia. Kerja sama pengiriman TKI juga sudah disepakati dan berlaku lima tahun.
Haryanto menambahkan, moratorium ini akan digunakan untuk kembali menata regulasi pengiriman TKI. Ke depan, TKI akan didorong untuk bekerja pada sektor formal, bukan sebagai pekerja domestik. Bila pun bekerja pada sektor domestik, kata Haryanto, TKI akan dibatasi untuk bekerja hanya pada satu bidang.
Menurut Haryanto, selama ini seorang pekerja bisa merangkap beberapa pekerjaan; pembantu rumah tangga, baby sitter, hingga petugas cleaning service. "Ke depan akan lebih baik lagi," ujarnya.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA