TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui sempat membahas tentang Lindsay Sandiford, warga negara Inggris terpidana mati kasus narkotik, saat bertemu dengan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Mozzam Malik, hari ini, Selasa, 5 Mei 2015.
"Ya, disinggung, tapi dia paham dan akan menghormati hukum dan kedaulatan Indonesia," kata Kalla di kantornya. Walaupun sudah divonis mati, tapi Lindsay, menurutnya, belum mengajukan peninjauan kembali dan grasi. "Masih ada langkah yang bisa dijalankan."
Walaupun menolak menjelaskan secara detail, namun, menurut Kalla, Duta Besar Inggris meminta agar kasus tersebut mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia.
Pada dasarnya, kata Kalla, hukuman mati dinilai masih memberikan efek jera. Hukuman itu akan membuat seseorang berpikir ulang jika ingin berbisnis narkoba. Sebaliknya, jika nantinya ada undang-undang yang mengatur tentang moratorium hukuman mati, maka semua pihak harus menaatinya
Ditemui di tempat yang sama, Mozzam Malik enggan berkomentar saat ditanya tentang pembahasan hukuman mati yang akan diterima warganya. "Tidak ada pembahasan itu," kata dia.
Menurut Mozzam, isi pertemuannya dengan Wakil Presiden lebih banyak membahas tentang rencana kunjungan Kalla ke London pekan depan. JK, kata dia, akan berbicara banyak tentang potensi investasi dan bisnis Indonesia saat bertandang ke sana. "Pak JK akan bertemu dengan beberapa koleganya di pemerintaha Inggris."
Dia juga tak menjawab pertanyaan tentang upaya hukum yang akan dilakukan negaranya terkait kasus Lindsay. "Terima kasih, ya, sudah itu saja," kata Mozzam.
Lindsay Sandiford divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, pada Januari 2013. Perempuan 58 tahun itu dinyatakan bersalah karena menyelundupkan 4,7 kilogram kokain ke Bali pada Mei 2012. Kokain, yang termasuk dalam narkotik golongan satu, itu diperkirakan bernilai Rp 24 miliar.
FAIZ NASHRILLAH