TEMPO.CO, Bojonegoro - Sejumlah ruas jalan utama di Kota Bojonegoro, Jawa Timur, terendam genangan setinggi sekitar 50 sentimeter setelah hujan deras turun disertai petir selama satu jam, Sabtu dinihari, 2 Mei 2015.
Hujan yang terjadi mulai pukul 03.30 dan berhenti menjelang subuh itu membuat selokan serta sungai-sungai kecil di tengah kota tak mampu menampung air. Akibatnya air meluap menggenangi beberapa jalan utama, seperti Jalan Patimura, Jalan Panglima Polim, Jalan Gajah Mada, Jalan Untung Suropati, dan sebagian di Jalan Dr Sutomo.
Hingga Sabtu siang air masih menggenang. Genangan menyebabkan perjalanan sejumlah anak sekolah, pegawai kantor, dan pekerja pabrik terganggu. Di pertigaan Jalan Patimura-Panglima Polim, misalnya, para pengendara sepeda motor yang sebagian anak-anak sekolah menepikan kendaraannya karena takut mogok.
Namun ada juga yang nekat menerobos banjir hingga akhirnya mogok. ”Businya kemasukan air,” ujar Ruslan, warga Desa Ledok Kulon, Kota Bojonegoro.
Biasanya genangan surut dalam waktu dua jam. Lambatnya air surut diduga karena beberapa selokan mampet. Selain itu, permukaan air di Sungai Bengawan Solo juga masih tinggi sehingga tidak bisa menjadi pembuangan banjir.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bojonegoro (BPBD) menyebutkan, bahwa posisi air di Sungai Bengawan Solo sudah mulai normal kendati sempat naik di posisi siaga satu hingga siaga dua. Tingginya air Bengawan Solo disebabkan oleh banjir kiriman dari Karanganyar dan sekitarnya.
Air Bengawan Solo di Bojonegoro, bisa naik jika terjadi hujan lokal. “Sekarang masih di bawah kendali,” ujar Kepala BPBD Bojonegoro Andik Sujarwo.
Menurut Andik, Bendung Gerak di Kecamatan Kalitidu dan Kecamatan Trucuk, yang dibangun di tengah-tengah Bengawan Solo mempermudah mengelola air. Begitu juga Bendung Gerak di Kecamatan Babat, Lamongan, juga berfungsi mengatur air di sungai terpanjang di Pulau Jawa ini.
SUJATMIKO