TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana mengklarifikasi kabar delapan terpidana mati bernyanyi sebelum dieksekusi pada pukul 00.35, Rabu lalu, 29 April 2015.
"Bukan menyanyi, tapi melantunkan doa secara berirama. Secara sayup-sayup memang terdengar seperti nyanyian," ujar Tony ketika ditemui Tempo di Kejaksaan Agung, Kamis, 30 April 2015.
Sebelumnya beredar kabar bahwa seorang pastur yang mendampingi para terpidana mati di menit-menit akhir mendengar mereka bernyanyi. Kabarnya, lagu yang dinyanyikan para terpidana adalah Amazing Grace, sebuah lagu rohani.
Tony melanjutkan, ada tiga terpidana mati yang melantunkan doa saat menjelang eksekusi mati kemarin. Namun, ia mengaku tak tahu pasti siapa saja yang melantunkan doa itu.
Lagi pula, kata ia, sulit bagi para eksekutor untuk mengetahui siapa saja yang melantunkan doa. Alasannya, lapangan tembak tempat berlangsungnya eksekusi nyaris gelap gulita dan para penembak hanya menggunakan penerangan seadanya.
"Eksekusi mati tidak menggunakan penerangan karena memang dibuat gelap gulita. Terpidana mati tak ditutup matanya pun akan kesulitan melihat," ujar Tony.
Delapan terpidana yang dihukum mati gelombang kedua lalu terdiri atas Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Martin Anderson, Raheem Agbaje, Rodrigo Gularte, Sylvester Obiekwe Nwolise, Okwudili Oyatanze, dan Zainal Abidin.
ISTMAN M.P.