TEMPO.CO, Kupang - Menyambut Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei 2015, sekitar 50 ribu buruh di Nusa Tenggara Timur (NTT) berjanji tidak akan menggelar unjuk rasa seperti yang akan dilakukan buruh di kota lain.
"Kami tidak turun ke jalan untuk menggelar demo. Kami hanya melakukan sosialisasi tentang kesejahteraan para buruh," kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) NTT Stanis Tefa kepada Tempo, Kamis, 30 April 2015.
Acara sosialisasi dan diskusi, menurut Stanis, untuk menjawab keluhan para buruh yang masih mendapatkan bayaran di bawah upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp 1.250 juta. "Gaji buruh di NTT masih di bawah standar. Ada yang di gaji hanya Rp 500 ribu per bulan," katanya.
Walaupun tidak menggelar unjuk rasa, menurut Stanis, buruh di NTT tetap menolak outsourcing, upah murah, kenaikan BBM, dan pembayaran pensiun yang hanya 8 persen dari upah terakhir. "Jika gaji Rp 500 ribu, maka penisun hanya Rp 40 ribu per bulan. Ini tidak manusiawi," ujarnya.
Mereka juga menolak Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 53 Tahun 2015 tentang pengusaha bongkar-muat dari dan ke kapal di pelabuhan. "Selama ini buruh pelabuhan ditangani koperasi buruh. Namun diubah dan akan dilayani persero terbatas, sehingga buruh akan disingkirkan," katanya.
YOHANES SEO