TEMPO.CO, Sidoarjo - Pencairan ganti rugi korban lumpur Lapindo yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 hingga saat ini belum jelas. Sebab pencairan itu masih menunggu peraturan presiden (perpres) yang saat ini tengah disusun. “Draf dasar hukumnya sudah diproses,” kata juru bicara Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Dwinanto Hesty Prasetyo, Rabu, 29 April 2015.
Menurut Dwinanto, dasar hukum ini akan dijadikan landasan pemerintah untuk mengeluarkan perpres, sehingga mekanisme pencairan serta pinjaman antara pemerintah dan PT Minarak Lapindo Jaya bisa dirinci dan jelas.
Dwinanto mengatakan setidaknya ada dua tahap yang harus ditempuh pemerintah untuk mengeluarkan dana pinjaman ganti rugi korban Lapindo. Pertama, pemeriksaan atau verifikasi dari Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kedua, pembuatan perpres yang mengacu pada hasil pemeriksaan BPKP itu. “Nah, saat ini verifikasi sudah beres, tinggal perpres,” ujar Dwinanto.
Dwinanto mengatakan BPLS selalu dilibatkan dalam penyusunan draf dasar hukum itu, sehingga ia mengetahui seluruh proses penyusunan draf tersebut. “Minggu depan mungkin dilanjutkan lagi koordinasinya, karena beberapa waktu lalu ada agenda KAA (Konferensi Asia-Afrika),” katanya.
Dwinanto mengakui pencairan ganti rugi bagi para korban Lapindo sangat lama. Dia berharap proses ini bisa dipercepat, supaya tidak ada reaksi dari warga korban lumpur Lapindo, seperti demonstrasi dan penutupan tanggul lumpur Lapindo. “Mau demo silakan, asalkan tidak anarkistis,” katanya.
Adapun tugas BPLS, dia melanjutkan, hanyalah memberikan fasilitas di lapangan. Kebijakan seputar mekanisme dan proses pencairan ganti rugi kepada warga adalah wewenang pemerintah pusat. “Jadi silakan langsung ditanyakan kepada yang berwenang,” katanya.
MOHAMMAD SYARRAFAH