TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang dijadwalkan menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa siang ini, Senin, 27 April 2015, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Bonaran adalah terdakwa kasus suap bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Merujuk berkas dakwaan, Bonaran disebut telah menyuap Akil senilai Rp 1,8 miliar untuk mempengaruhi putusan perkara sengketa Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah 2011. Namun, hingga sidang pemeriksaan terdakwa pekan lalu, Bonaran terus membantah sangkaan itu."Tidak pernah, saya tidak tahu (soal uang suap)," kata Bonaran pekan lalu.
Walau begitu, dia mengakui sempat menerima telepon dari Akil. Saat itu, kata Bonaran, Akil mengucapkan selamat kepada Bonaran atas terpilihnya ia sebagai Bupati Tapanuli Selatan. Akil juga menanyakan kabar Bonaran yang dijawabnya: "Baik-baik saja." Bonaran mengklaim percakapan hanya berlangsung singkat dan ia langsung mematikan telepon.
Kasus Bonaran bermula dari Pilkada Tapanuli Tengah 2011 yang diikuti tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati, yaitu Raja Bonaran Situmeang dan Sukran Jamilan Tanjung, Tasrif Tarihoran dan Raja Asi Purba, serta Dina Riana Samosir dan Hikmal Batubara.
Komisi Pemilihan Umum setempat menetapkan pasangan Bonaran dan Sukran sebagai pemenang pemilu. Keputusan itu tidak diterima dua pasangan lain yang kemudian mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Kasus tersebut ditangani panel hakim konstitusi yang diketuai hakim Achmad Sodiki yang beranggotakan Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi. Adapun Akil selaku Ketua MK turut mengadili dan memutus perkara sengketa pilkada itu.
Saat memproses perkara, Akil menghubungi Bakhtiar Ahmad Sibarani untuk menyampaikan pesan kepada Bonaran agar segera menghubungi Akil. Melalui Bakhtiar, Akil meminta uang sebesar Rp 3 miliar. Bila tidak, Akil mengancam akan dilakukan pilkada ulang.
Mendapat pesan tersebut, Bonaran pun mentransfer duit sejumlah Rp 1,8 miliar pada rekening CV Ratu Samagat, perusahaan milik istri Akil. Kiriman itu ditandai dengan keterangan “angkutan batu bara”. Pada 22 Juni 2011, MK memutuskan menolak seluruh permohonan dari dua pasangan calon pesaing Bonaran dan menetapkan Bonaran sebagai pemenang pilkada.
Jaksa mendakwa Bonaran telah melanggar Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, dia dikenai dakwaan subsider pasal 13 undang-undang yang sama.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA