TEMPO.CO, Yogyakarta - Korupsi di republik ini tak cuma menggerus uang negara dengan jumlah ratusan miliar oleh pejabat tinggi, tapi juga oleh aparat desa dalam jumlah “recehan”. Sagiyo Hadi Sumarto, bekas Kepala Bagian Pemerintahan Desa Trimulyo, Jetis, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, didakwa bersama-sama memungut uang secara liar dari warga hingga Rp 87,1 juta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta. "Terdakwa menarik uang dari warga dan tidak mengikuti peraturan desa," kata jaksa penuntut umum Setiono saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta, Selasa, 21 April 2015.
Program Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larasita) yang seharusnya gratis justru dimanfaatkan aparat desa untuk mengeruk uang. Program penyertifikatan tanah di desa itu berlangsung mulai 2011 hingga 2013. Terdakwa saat itu menjadi Ketua I Program Larasita. Pembentukan panitianya tidak diikuti dengan peraturan desa. Bahkan para pelaku memungut biaya secara variatif, tergantung pada luas tanah serta asal-usulnya. Uang yang masuk itu tidak diserahkan ke bendahara panitia atau bendahara desa, tapi ke dompetnya.
Ketua majelis hakim Suwarno memberikan kesempatan kepada Sagiyo untuk berkonsultasi ke pengacaranya, Aida Dewi. Tapi Sagiyo memutuskan tak akan mengajukan eksepsi. "Biar cepat selesai, langsung saja ke pemeriksaan saksi," ucap Sagiyo.
Terdakwa sudah mendekam di Rumah Tahanan Wirogunan, Yogyakarta, sejak beberapa bulan lalu. Dia ditahan saat proses penyidikan dirinya berlangsung.
Kasus korupsi Program Larasita ini tidak hanya menyeret Sagiyo. Mantan kepala desanya pun sudah divonis oleh pengadilan yang sama. Kepala Desa Trimulyo waktu itu adalah Mujono. Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta memvonisnya dengan hukuman 1 tahun 3 bulan penjara. Selain itu, dia didenda sebesar Rp 50 juta. Vonis dibacakan pada September 2014.
Saat itu Mujono bertanggung jawab atas program itu. Pungutannya mencapai Rp 131,05 juta. Tapi uang yang masuk kas desa hanya Rp 43,95 juta. Sisanya tidak tercatat.
MUH SYAIFULLAH