TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Golkar, Mahyudin meminta agar elit partai beringin segera berdamai sebelum tahapan pendaftaran Pemilihan Kepala Daerah serentak ditutup pada akhir Juli 2015.
Alasannya, hingga saat ini seluruh kader Partai Golkar terancam tak bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah dalam Pilkada karena masih ada sengketa dualisme kepengurusan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Mahyudin meminta Ketua Umum kedua kubu, Agung Laksono dan Aburizal Bakrie bertemu menentukan kebijakan Pilkada. "Kalau tak bisa ikut Pilkada, yang rugi ya Golkar. Dan mereka berdua yang paling berdosa," kata Mahyudin di Gedung Joang Jakarta, Minggu 19 April 2015.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum, Husni Kamil Malik menawarkan dua opsi terkait keikutsertaan partai bersengketa seperti Golkar dan PPP dalam Pilkada serentak tahap pertama, Desember 2015.
Opsi pertama, jika dalam persengketaan sudah ada ketetapan pengadilan maka KPU merujuk pada putusan itu. Misalnya, setelah Pengadilan Tata Usaha Negara mengeluarkan putusan sela yang menyatakan penundaan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM terhadap salah satu kepengurusan, maka partai itu tidak berhak mengusulkan calon. "Dari partainya ini tak ada calon. Kalau mengusulkan akan ditolak KPU," kata Husni.
Alternatif berikutnya, kata Husni, kedua kubu dalam partai yang bersengketa harus membuat kesepakatan siapa yang berhak mengajukan calon kepala daerah. Kemudian, kedua kubu harus mendaftarkan kesepakatan ke Kementerian Hukum dan HAM. "Tanpa menghentikan proses pengadilan. Lalu Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan putusan berhak ikut pencalonan," kata dia.
Pekan depan, Pengadilan Tata Usaha Negara kembali menggelar sidang pokok materi Golkar. Pada 1 April 2015, PTUN mengeluarkan putusan sela yang menunda Surat Kementerian Hukum dan HAM terkait kepengurusan Agung Laksono. Artinya, KPU belum bisa mengambil keputusan kubu Golkar mana yang berhak mengikuti Pilkada. Sementara pendaftaran Pilkada digelar 26-28 Juli 2015.
Mahyudin meminta agar Agung dan Aburizal bertemu beberapa hari sebelum pendaftaran untuk berkompromi menentukan hak kader mengikuti Pilkada. "Kalau sekarang biarkan proses hukum berjalan, tapi ada baiknya mereka bijak," kata dia.
Mahyudin menampik ada kader Golkar di daerah yang terpaksa alih haluan ke partai lain agar bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Ia mendukung kader Golkar berkoalisi, tapi tidak menyeberang ke partai lain. "Mereka pasti lebih nyaman di Golkar, tak mungkin pakai perahu lain."
PUTRI ADITYOWATI