TEMPO.CO, Banyuwangi - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, Abdullah Azwar Anas agar segera merealisasikan permintaan petani Kampung Bongkoran, Kecamatan Wongsorejo. Petani meminta pemerintah Banyuwangi membatalkan rencana kawasan industri yang akan berdiri di lahan mereka seluas 220 hektare.
Surat Komnas HAM itu diteken Komisioner Otto Nur Abdullah pada 12 Maret 2015. Dalam surat tersebut, Komnas HAM mengingatkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia menjadi tanggung jawab pemerintah sesuai Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. “Komnas HAM meminta agar Saudara (Bupati) segera menindaklanjuti permintaan warga,” tulis Otto dalam suratnya.
Menurut Otto, Bupati Banyuwangi—melalui suratnya ke Komnas HAM pada 25 April 2014—berjanji akan memperjuangkan petani Bongkoran. Bupati akan memindahkan kawasan industri seluas 2.000 hektare ke lahan milik PTPN XII Pasewaran, Wongsorejo. Namun ternyata kawasan industri tetap akan dibangun di lahan seluas 220 hektare yang menjadi obyek sengketa antara PT Wongsorejo dan petani itu.
Komnas HAM memberikan waktu satu bulan kepada Bupati Banyuwangi untuk memberikan jawaban. Hingga laporan ini ditulis, Pemkab Banyuwangi belum memberikan keputusan. “Kami sedang mempelajari surat Komnas HAM,” kata Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Ahmad Wiyono.
Ketua Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi Yateno Subandio mengatakan sebanyak 287 keluarga petani Kampung Bongkoran telah tinggal di lahan 220 hektare itu sejak 1950. Namun, pada 1980, pemerintah memberikan hak guna usaha (HGU) perkebunan randu kepada PT Wongsorejo seluas total 606 hektare, termasuk lahan milik petani. HGU itu berakhir pada Desember 2012.
PT Wongsorejo memperoleh peralihan izin dari HGU menjadi hak guna bangunan (HGB) pada 2014. Di lahan HGB itulah pemerintah Banyuwangi akan mendirikan kawasan industri bernama Wongsorejo Industrial Estate Banyuwangi.
Menurut Yateno, pemerintah Banyuwangi dan PT Wongsorejo hanya memberikan lahan 60 hektare untuk petani. “Cuma 60 hektare, mana cukup untuk pertanian dan tempat tinggal petani?” ujarnya. Industrialisasi, kata Yateno, akan mengubah kultur penduduk dari petani cabai dan jagung menjadi buruh industri.
IKA NINGTYAS