TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah enggan mengkonfirmasi surat yang dilayangkan pimpinan DPR terkait usulan revisi fasilitas uang muka kendaraan untuk pejabat publik. Ia malah meminta bukti jika surat itu pernah dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo. "Mana surat DPR itu?" ujarnya melalui pesan singkat, Jumat, 3 April 2015.
Surat bernomor AG/00026/DPR RI/I/2015 dilayangkan DPR kepada Presiden Jokowi. Surat yang diteken Ketua DPR Setya Novanto itu mengusulkan revisi fasilitas uang muka kepemilikan mobil bagi pejabat publik karena faktor inflasi. Presiden Jokowi akhirnya meneken Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 yang tak lain mengabulkan usulan DPR itu pada 20 Maret 2015.
Peraturan presiden itu adalah perubahan atas Perpres Nomor 68 Tahun 2010 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara pada Lembaga Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Perpres tersebut kemudian diundangkan Menteri Hukum dan HAM pada 23 Maret 2015.
Dalam pepres terbaru tersebut disebutkan adanya penambahan fasilitas uang muka yang diberikan kepada pejabat negara, dari Rp 116.650.000 menjadi Rp 210.890.000. Sedangkan pejabat negara yang dimaksud adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Hakim Agung Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan Anggota Komisi Yudisial.
Tunjangan akan diberikan kepada pejabat non-pimpinan per periode masa jabatan pada enam bulan setelah pejabat dilantik. Sementara pimpinan setingkat ketua atau wakil ketua berhak mendapatkan mobil dinas tanpa biaya tunjangan uang muka mobil.
Fahri enggan menjelaskan apakah surat itu pernah dibahas di tingkat pimpinan. Menurut dia, pemberian fasilitas bagi pejabat publik tak mungkin dilakukan tanpa aturan main. "Mekanisme pembahasan anggaran sudah diatur dalam undang-undang," katanya. Namun ia enggan menjelaskan apakah karena itu pimpinan DPR merasa perlu memberi masukan kepada presiden.
RIKY FERDIANTO