TEMPO.CO, Yogyakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta hanya menyepakati pengucuran dana Rp 5 miliar untuk menuntaskan kasus hukum Terminal Giwangan. Jumlah itu lebih sedikit daripada yang diusulkan, yakni Rp 10 miliar.
Pengurangan anggaran itu disebabkan oleh ketidakpastian beban utang sengketa Terminal dengan PT Perwita Karya sebagai pengembang. "Kami takut pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terganggu jika memberikan alokasi terlalu besar," ujar Ketua Komisi B DPRD Kota Yogyakarta, Nasrul Khoiri, 3 April 2015.
Dalam sengketa pengambilalihan terminal itu, pengadilan memerintahkan Pemerintah Kota Yogyakarta membayar Rp 56 miliar kepada pengembang. Sebaliknya, Pemkot berkukuh nilai bangunan terminal sebesar Rp 41 miliar.
Nasrul mengakui Dewan melalui Panitia Khusus Dana Cadangan belum mengetahui kapan aset Terminal akan diserahkan kepada pemerintah pusat. Apakah aset tersebut diserahkan bersamaan dengan pembayaran ganti rugi kepada PT Perwita, dia juga tak mengetahuinya. "Kami tetap alokasikan, meski sedikit, sebagai bentuk ketaatan pada hukum," ujarnya.
Menurut rencana, pembahasan pengalihan dan pemindahan Terminal Giwangan akan dibahas bersama pemerintah pada pekan depan.
Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Yogyakarta Basuki Hari Saksana mengatakan pengajuan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung diperkirakan butuh waktu sekitar dua tahun. Menurut dia, Pemkot harus membayar apa pun putusan Mahkamah. “Hanya, tidak sebesar yang diputuskan MA," kata Basuki.
PRIBADI WICAKSONO