TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, enggan menjelaskan alasannya tetap menjalankan Payment Gateway. Padahal Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Kementerian Hukum dan HAM memperkuat dasar hukum program tersebut.
"Tadi saya sudah jelaskan. Penjelasan saya itu," kata Denny seusai diperiksa penyidik Badan Reserse Kriminal Polri sekitar delapan jam di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 2 April 2015.
Denny menjelaskan Payment Gateway dijalankan karena merupakan inovasi baru dalam pembayaran pembuatan paspor secara elektronik. "Utamanya pembayarannya lebih mudah cepat murah tanpa pungli dan calo," kata mantan staf khusus bidang hukum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Kementerian Hukum dan HAM mendapatkan rekomendasi setelah mengadakan pertemuan dengan KPK, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bank Indonesia, Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta PT KAI. Dalam rekomendasinya, KPK meminta Kementerian Hukum dan HAM berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan memperkuat dasar hukum.
Denny mengatakan pertemuan tersebut dilakukan pada 9 Juni 2014. Sementara program tersebut berjalan dari Juli sampai Oktober 2014. Namun Denny tidak menjawab pertanyaan, apakah rekomendasi yang diberikan komisi antirasuah disampaikan secara lisan atau tertulis. "Oke cukup ya," ucap Denny menerobos hadangan wartawan.
Kuasa hukum Denny, Heru Widodo, juga tidak mau mengomentari pertanyaan tadi. Heru meminta wartawan untuk bersabar. Musababnya, kata dia, Denny masih menjalani pemeriksaan. "Nanti akan kami jelaskan," ucap Heru.
Penyidik sudah menetapkan Denny sebagai tersangka. Denny disangkakan berperan besar dalam menjalankan Payment Gateway. Dia diduga menunjuk langsung dua vendor, Doku dan Finnet Indonesia, untuk menangani program tersebut. Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
Payment Gateway beroperasi dari Juli sampai Oktober 2014. Selama program ini berjalan, ada uang sebesar Rp 32 miliar yang tidak disetor langsung ke kas negara. Uang tersebut sempat mengendap satu hari di bank penampung. Penyidik juga menemukan adanya uang sekitar Rp 605 juta yang justru masuk ke rekening kedua vendor tersebut.
SINGGIH SOARES