TEMPO.CO, Malang - Juru bicara Ansharul Khilafah, Muhammad Romly, merasa akan menjadi sasaran penangkapan berikutnya setelah Detasemen Khusus Antiteror 88 menangkap tiga pria terduga anggota kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Kota Malang, Jawa Timur. “Kenapa penangkapannya begitu sporadis? Kemarin di Tangerang Selatan (Tuah Febriwansyah bin Arif Hasruddin alias Fachri), sekarang di Kasin, Karangbesuki, dan Bumiayu. Nanti lama-lama bisa ke Jetis,” kata Romly membuka percakapan dengan Tempo pada Kamis sore, 26 Maret 2015.
Romly ditemui di rumahnya di Desa Jetis, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Setelah ditanya kenapa ia ngomong begitu, buru-buru pria berusia 42 tahun ini menukas bahwa omongannya hanya celetukan dan guyonan, bukan sebuah ekspresi kecemasan. Namun Romly merasa terus dimata-matai aparat keamanan. Ia pun merasa nomor telepon pribadinya disadap.
Pada Rabu, 25 Maret 2015, tim Densus 88 dibantu personel Kepolisian Daerah Jawa Timur mencokok Abdul Hakim Munabari, Helmi M. Alamuddin, dan Ahmad Junaidi. Mereka ditangkap di tempat terpisah. Hakim ditangkap di Jalan Arif Margono, Kelurahan Kasin, Kecamatan Klojen. Helmi dicokok di depan Taman Mega Mendung, Kelurahan Karangbesuki, Kecamatan Sukun. Sedangkan Ahmad dibekuk di Jalan Kiai Perseh, Kelurahan Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang.
“Dulu sudah saya jelaskan kepada aparat kepolisian dan TNI serta pemerintah.” Selama ini, kata Romly, ia hanya dituduh saja. Namun ia tidak terbukti terlibat atau berhubungan dengan mereka. “Kalau kemudian polisi mau menangkap saya, ya wallahu a’lam.”
“Mereka” yang dimaksud pria kelahiran Madiun, 18 Juli 1972, itu adalah kelompok Salim Mubarok Attamimi alias Abu Jandal Al-Yemeni Al-Indunusi. Hakim, Helmi, dan Ahmad ditangkap Densus 88, Rabu kemarin, diduga karena berhubungan dengan Salim.
ABDI PURMONO