TEMPO.CO, Malang - Konflik antara Pusat Penerbang TNI Angkatan Laut dengan Angkasa Pura I dalam pengelolaan Bandar Udara Juanda Surabaya menyebabkan ekspor barang terganggu. Volume ekspor berbagai jenis komiditas atau produk unggulan Jawa Timur anjlok.
"Turun tapi belum dihitung berapa kerugiannya," kata Gubernur Jawa Timur Soekarwo di Universitas Brawijaya Malang, Kamis, 26 Maret 2015.
Soekarwo telah melayangkan surat kepada Panglima TNI untuk mendahulukan masalah umum seperti ekspor barang melalui Bandara Juanda. Sebab jika berlarut-larut akan merugikan ekonomi Jawa Timur.
Sengketa tersebut membuat TNI Angkatan Laut menutup akses jalur dari Terminal 1 ke Terminal 2 Bandara Juanda. Akibatnya pengiriman barang terhambat. Berbagai produk ekspor tak bisa bongkar muat dengan cepat.
Untuk memperlancar distribusi barang, PT Angkasa Pura I memberikan izin kepada kendaraan pengangkut kargo untuk melewati landasan pada pukul 22.00 hingga pukul 05.00 karena pada jam-jam tersebut tidak ada penerbangan. "Semua penyelesaian di Jakarta," ujar Soekarwo.
Meski terjadi konflik, Bandara Juanda akan dikembangkan dengan menambah dua landasan pacu. Proyek tersebut ditargetkan selesai 2019. Penambahan landasan pacu diharapkan mendongkrak kapasitas dari 18,3 juta penumpang per tahun naik menjadi 40 juta penumpang.
Penambahan landasan pacu merupakan rencana jangka panjang Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang disetujui Pemerintah Pusat. Landasan pacu juga dilengkapi fasilitas penunjang berupa jalur kereta api langsung dari Gubeng Surabaya ke Bandara Juanda.
Untuk membangun jalur tersebut dibutuhkan lahan luas untuk membangun jalur rel ganda agar kontainer juga diangkut kereta. "Pengiriman barang untuk ekspor semakin cepat dan murah," ujar Soekarwo.
Selain itu, juga disiapkan proyek pelabuhan untuk pengiriman barang agar memiliki daya saing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Juga dibangun bandara perintis di Pulau Bawean.
EKO WIDIANTO