Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Geger Raja Wanita: Putri Sultan HB X Angkat Bicara

Editor

Raihul Fadjri

image-gnews
Adik-adik dan kerabat dekat lelaki Sri Sultan Hamengkubuwono X melakukan ritual Ngabekten Ageng atau sungkeman kepada raja Sri Sultan Hamengkubuwono X saat Idul Fitri di bangsal Kencono, Keraton Yogyakarta, Minggu (19/8/2012). TEMPO/Suryo Wibowo
Adik-adik dan kerabat dekat lelaki Sri Sultan Hamengkubuwono X melakukan ritual Ngabekten Ageng atau sungkeman kepada raja Sri Sultan Hamengkubuwono X saat Idul Fitri di bangsal Kencono, Keraton Yogyakarta, Minggu (19/8/2012). TEMPO/Suryo Wibowo
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Puteri sulung Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, mengakui ada  perbedaan kepentingan di antara kerabat keraton Yogyakakarta. “Kalau beda ibu kan pasti ada (gap),” katanya saat ditemui Tempo di rumahnya, Ndalem Wironegaran, Rabu 25 Maret 2015.

Sebelumnya adik tiri Sultan HB X, GBPH Prabukusumo bereaksi terhadap sabdatama Sultan yang disampaikan pada Jumat 6 Maret 2015. Sultan meminta kerabat keraton tak lagi membicarakan soal tahta Keraton Yogyakarta itu. Dalam sabdatama itu Sultan juga mengatakan penguasa Keraton bisa saja lelaki atau perempuan.

Prabukusumo menilai pernyataan Sultan itu bertentangan dengan paugeran (peraturan) Keraton Yogyakarta menyebutkan raja adalah laki-laki, bukan perempuan. “Kalau disuruh berhenti (bicara), enggak bisa. Harus diingatkan agar sesuai paugeran,” kata Prabukusumo pada 9 Maret 2015.

Sebaliknya, menurut Pembayun, Keraton Yogyakarta bukanlah kerajaan yang anti perubahan. Ia memberi contoh, sebelum masa pemerintahan Hamengku Buwono IX, kaum perempuan tak banyak mendapat ruang di lingkungan keraton. Menari misalnya, adalah perkara tabu bagi puteri keraton. Malahan para pemain bedaya puteri diambil dari penari lelaki yang mengenakan pakaian perempuan. Tradisi itu berubah setelah Sultan Hamengku Buwono IX naik tahta. “(Keraton) sangat mengikuti zaman,” katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak sekadar memberi ruang lebih luas bagi perempuan, penerusnya, Sultan Hamengku Buwono X malah meninggalkan kebiasaan poligami yang lazim dilakukan pendahulunya. Dengan poligami, menurut dia, Sultan merasa menanggung banyak masalah yang muncul antar-saudara, baik yang sekandung maupun beda ibu. “Yang sekandung saja ada pro dan kontra, itu tetap ada,” kata Pembayun yang kakeknya, almarhum Sultan HB IX, punya sejumlah istri.

Bagi orang di luar keraton, persoalan akibat poligami mungkin bisa dihindari dengan memisahkan rumah istri-istrinya. Tapi perlakuan itu tak bisa begitu saja diterapkan di lingkungan keraton. Masing-masing istri Sultan tetap tinggal di satu lingkungan, keraton. “Sementara peluang konflik antar mereka tetap tak terhindar, putra-putri keraton harus menerima keadaan dan saling menjaga hubungan antar saudara,” ujar Pembayun.

ANANG ZAKARIA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

4 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?


Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

6 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.


78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

15 hari lalu

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebar udik-udik bagian dari acara Kondur Gongso di Masjid Agung Gedhe, Yogyakarta, (23/1). Upacara Kondur Gongso merupakan upacara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.


Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

16 hari lalu

Logo perguruan pencak silat Merpati Putih. wikipedia
Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

Sejumlah teknik dan jurus pencak silat awalnya eksklusif dan hanya dipelajari keluarga bangsawan. Namun telah berubah dan lebih inklusif.


269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

36 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

37 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

37 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.


Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

38 hari lalu

Prajurit Bregada berjaga saat Nyepi di Candi Prambanan Yogyakarta Senin, 11 Maret 2023. Tempo/Pribadi Wicaksono
Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

Kawasan Candi Prambanan Yogyakarta tampak ditutup dari kunjungan wisata pada perayaan Hari Raya Nyepi 1946, Senin 11 Maret 2024.


Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

51 hari lalu

Tradisi Ngapem Ruwahan digelar warga di Yogya sambut Ramadan. (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.


Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

14 Februari 2024

Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat deklarasi damai Pemilu 2024 di Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

Sultan HB X seusai mencoblos hari ini memberikan pesan agar usai Pemilu, semua permasalahan, perbedaan antarcapres selesai.