TEMPO.CO, Jakarta - Seorang warga Malang, Jawa Timur, yang ditangkap Detasemen Khusus 88 diduga terkait perekrutan yang dilakukan jaringan kelompok radikal negara Islam atau ISIS sehari-hari berjualan jamu dan madu serta kopi arab. Abdul Hakim Munabari, warga Kelurahan Kasin, Klojen, ditangkap saat sedang duduk di depan sebuah warung Internet di Jalan Arif Margono, Rabu 25 Maret 2015.
Bilqis, adik bungsu Hakim yang juga tinggal satu rumah bersama keluarga kakaknya itu, mengungkapkan bahwa Hakim memproduksi sendiri bubuk kopi arab yang dijualnya tersebut. Dia menjualnya ke sejumlah toko di sekitar rumahnya.
Hakim memang lelaki berdarah Arab. Almarhum ayahnya, Muchsin Munabari, berasal dari Hadramaut. Hakim menamatkan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah At Taroqi Malang, MTs Khadijah Malang, dan SMA Muhammadiyah Malang. Bilqis mengaku kaget kakaknya dikaitkan dengan ISIS. "Kaget, saya sampai gemetar," katanya.
Namun ia mengakui kalau sang kakak selama ini dikenal tertutup. Hakim bahkan terhitung jarang menyapanya sekali pun tinggal di bawah atap yang sama. "Saya juga tak boleh menyapa dan bertanya kepada setiap tamunya yang datang," ujar Bilqis.
Di dalam rumah tak ada satu pun foto milik Hakim. Ia sengaja tak pernah memajang foto di dalam rumah. "Kalau ada foto, malaikat enggak mau masuk," kata Bilqis menirukan pernyataan kakaknya itu.
Sampan, seorang tukang becak, mengatakan melihat Hakim ditangkap tiga orang berpakaian preman. Hakim langsung dirangkul ketiga orang tersebut, lalu diborgol. Lantas mereka menggiring Hakim masuk sebuah mobil MPV berwarna gelap. Menurut Sampan, tak ada perlawanan saat penangkapan berlangsung.
Pada hari yang sama tim Densus 88 juga merringkus Helmi Alamudin, 49 tahun, warga Jalan Soputan 2, Karangbesuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Helmi dibekuk oleh sekitar enam anggota Densus 88 di Taman Mega Mendung Kelurahan Karangbesuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang.
Mereka yang menyamar, di antaranya sebagai penjual durian, menyetop motor Helmi tak jauh dari sebuah rumah tarbiyah dan hafalan Al-Quran. Rumah tarbiyah tersebut terlihat sepi. Hanya dua spanduk bertulis lembaga pendidikan Al-Quran yang terpanjang di depan halaman rumah. Di dalam bangunan dua lantai tersebut terlihat ada aktivitas sejumlah santri berpakaian hitam bercadar. "Maaf tak ada laki-laki di sini," kata seorang perempuan dari dalam ruangan.
EKO WIDIANTO