TEMPO.CO, Yogyakarta - Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta melayani permohonan paspor setiap hari antara 100-150 orang. Beberapa bulan ini ada pengetatan permohonan pembuatan paspor untuk mengantisipasi warga Indonesia yang menyeberang bergabung dengan ISIS.
"Memang permohonan paspor bisa di mana saja. Tetapi curiga yang dari luar kota seperti Solo. Logikanya jika lebih dekat di Solo kenapa ke Yogyakarta," kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta, Arief Munandar, akhir pekan lalu.
Selama ini banyak pemohon paspor yang ditolak. Namun, hanya sebatas persyaratan yang tidak lengkap. Hanya saja, jika ada kecurigaan terhadap pemohon dari kantor Imigrasi, pengetatan ada di sesi wawancara. Selama 4 bulan terakhir ini belum ada pemohon paspor yang ditolak setelah semua persyaratan terpenuhi.
Di kantor Imigrasi yang berada di barat bandar udara Adisutjipto itu, mayoritas pemohon paspor adalah mereka yang akan berangkat umrah atau haji, yang mencapai 50 persen dari pemohon. Sisanya pemohon paspor tugas belajar, wisata, dan bekerja. Khusus TKI, minim karena pembuatan paspor harus per wilayah.
Dia mengakui, untuk memilah pemohon yang dicurigai akan bergabung dengan gerakan radikal di Suriah dan Irak itu sangat sensitif. Sebab, pihaknya tidak bisa serta merta mencurigai dari penampilan dan pakaian para pemohon tersebut.
Misalnya, ada pemohon yang berjanggut panjang dan bercelana tiga perempat, tidak bisa diklaim sebagai orang yang radikal dan akan bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Apalagi jika kantornya tidak memiliki data awal riwayat para pemohon dari intelijen.
Ia menambahkan, pihaknya juga bekerja sama dengan pihak intelijen melalui Komind (Komunitas Intelijen Daerah). Gunanya untuk mencari data orang-orang yang mengajukan permohonan paspor tetapi sudah menjadi salah satu orang yang diawasi.
Karena mayoritas pemohon paspor adalah mereka yang akan berangkat umrah, Arief juga kesulitan jika ada dari mereka tidak kembali ke Indonesia. Sebab, setelah mendapatkan paspor, tidak ada informasi data mereka setelah itu. Rombongan jemaah umrah bisa saja tidak dari Yogyakarta tetapi justru dari Jakarta.
Hingga saat ini belum ada informasi para pemohon paspor dari Yogyakarta yang ke luar negeri tetapi tidak kembali lagi. Memang tidak ada kewajiban untuk melapor jika para pemegang paspor untuk melapor saat susah tiba lagi di Indonesia.
Jika pemohon paspor akan berwisata, mayoritas ke Malaysia dan Singapura. Sebab, penerbangan internasional dari Yogyakarta juga hanya ke dua negara itu. Jika berangkat dari daerah lain, pihak Imigrasi Yogyakarta hanya memonitor di Adisutjipto.
MUH SYAIFULLAH