TEMPO.CO, Banyuwangi - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberi perlindungan kepada 17 petani Kampung Bongkoran, Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur, yang menuntut hak tanahnya seluas 220 hektare. LPSK juga merekomendasikan agar Kapolda Jawa Timur, Komnas HAM, dan Badan Pertanahan Nasional memberi perhatian atas penyelesaian sengketa tanah tersebut.
Rekomendasi LPSK itu tertuang dalam surat bernomor R-0480/1-DPP.LPSK/03/2015 yang ditandatangani Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai pada 5 Maret 2015. Surat tersebut terbit sesuai permohonan petani yang menjadi korban kekerasan, imbas dari sengketa tanah dengan PT Wongsorejo. Perusahaan itu adalah pemilik hak guna bangunan yang akan mendirikan kawasan industri terpadu di atas lahan petani.
Dalam suratnya, LPSK meminta agar Polda Jawa Timur dan Polres Banyuwangi menindaklanjuti penanganan perkara yang diadukan petani Bongkoran. "Dengan mengutamakan hak-hak saksi dan korban sesuai dengan ketentuan," tulis Abdul Haris Semendawai. Selain itu, LPSK merekomendasikan agar Komnas HAM dan Badan Pertanahan Nasional dapat membantu penyelesaian perkara itu, yang dilatarbelakangi sengketa tanah.
Ketua Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi Yatno Subandio mengatakan sengketa tanah Wongsorejo berawal saat diberikannya izin hak guna usaha (HGU) kebun randu seluas 603 hektare sejak 1980 kepada PT Wongsorejo. HGU tersebut telah berakhir pada 2012 kemudian diperpanjang menjadi hak guna bangunan (HGB) untuk kawasan industri.
Padahal di dalam HGB terdapat 287 keluarga petani yang menetap sejak 1950-an. Mereka meminta hak tanahnya seluas 220 hektare sebagai permukiman dan pertanian. "Tapi pemerintah Banyuwangi dan PT Wongsorejo hanya bersedia memberikan lahan seluas 60 hektare," kata Yatno.
Kemudian, pada 28 September 2014, terjadi bentrokan antara petani dan petugas keamanan PT Wongsorejo. Saat itu, petani menghadang perusahaan yang akan membuldoser lahan pertanian. Bentrokan membuat sepuluh petani dan lima petugas perusahaan terluka. Petani dan PT Wongsorejo sama-sama melaporkan kejadian itu ke Polres Banyuwangi. Namun Polres hanya menindaklanjuti laporan perusahaan. Petani akhirnya melaporkan kasus ini ke Polda Jatim.
Namun Polres malah menangkap tiga petani pada 17 Januari lalu karena dituduh melakukan pengeroyokan. Ketiga petani, yakni Sulak, Usman, dan Sujali, menjalani persidangan perdana pada Kamis kemarin. Jaksa penuntut umum, Agus Suhairi, mendakwa ketiganya melanggar Pasal 170 ayat 2 ke-1 dan Pasal 170 ayat 1 KUHP.
IKA NINGTYAS