TEMPO.CO, Situbondo – Nenek yang diadili karena dituduh mencuri kayu, Asyani, 63 tahun, tinggal sendirian di rumah 4 x 4 meter persegi miliknya di Dusun Kristal, Kecamatan Jatibanteng, Situbondo, Jawa Timur.
Rumah itu adalah bantuan dari pemerintah Situbondo untuk korban banjir. Dinding dan atapnya hanya berupa asbes. Setiap kali hujan deras turun, air akan menggenangi lantai rumahnya.
Asyani, yang sehari-hari menjadi tukang pijat, dan tiga orang lainnya dituduh mencuri 38 papan kayu jati di lahan Perhutani di desa setempat. Kasus ini berawal dari langkah Perhutani melaporkan hilangnya dua pohon jati berdiameter 115 sentimeter dan 105 sentimeter ke Kepolisian Sektor Jatibanteng pada 4 Juli 2014.
Asyani kemudian ditahan pada 15 Desember 2014. Kini nenek itu sedang menjalani persidangan sebagai terdakwa kasus pencurian kayu jati di Pengadilan Negeri Situbondo. Pada Senin, 16 Maret 2015, permohonan penangguhan penahanannya dikabulkan majelis hakim.
Selama ini Asyani selalu menolak tinggal bersama empat anaknya, yang berada di kawasan yang sama. Dia pun kembali ke rumahnya setelah penahanannya ditangguhkan.
“Saya tak ingin merepotkan anak,” katanya ketika ditemui di rumahnya pada Rabu, 18 Maret 2015.
Barang mewah di rumah Asyani hanya sebuah dipan besi dan lemari kayu. Itu pun sudah mulai reyot dan melapuk. Di atas dipan reyot itulah Asyani biasa bekerja menjadi tukang pijat bayi untuk menghidupi diri. Dia biasanya mendapat Rp 15-25 ribu dari jasanya.
Asyani bercerita, dia hanya melayani pijat bayi karena sudah tak kuat memijat orang dewasa. “Mijat orang dewasa saja tak kuat, bagaimana saya bisa mencuri kayu?” katanya.
Asyani bertambah miskin setelah terjerat kasus hukum pencurian kayu jati itu. Anak bungsu Asyani, Mistianah, 26 tahun, bercerita bahwa isi dapur di rumah itu sempat melompong karena dijual untuk keperluannya menjenguk sang ibu dan suaminya, Ruslan, yang ikut terseret kasus yang sama, di tahanan.
Mistianah juga menjual isi rumahnya untuk keperluan yang sama. “Saat menjenguk kan harus bawa nasi, paling sedikit sepuluh bungkus,” katanya.
Ketika Tempo menjenguk, isi dapur Asyani sudah terisi kembali, dan bahkan melebihi isi sebelumnya. Di sana ada kompor gas, piring, dan gelas yang seluruhnya baru. Menurut Mistianah, peralatan dapur itu baru saja diberikan oleh perangkat desa setempat.
IKA NINGTYAS