TEMPO.CO, Malang - Sebagian warga Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sempat ingin merobohkan Masjid Jami Sulaiman Al-Hunaishil. Masjid yang diapit kebun jati, sengon, dan kompleks pemakaman itu tidak terurus sejak disegel pemerintah daerah setempat karena alasan perizinan dan pemanfaatan oleh jemaahnya yang mendeklarasikan Ansharul Khilafah dan bersumpah setia kepada kelompok radikal Negara Islam, ISIS, pada Juli 2014.
Kepada Tempo, sebagian warga yang tinggal dekat masjid itu berterus terang ogah mengurusi dan beribadah di masjid dengan cat biru yang dominan tersebut. Mereka lebih memilih Masjid At-Taqwa, masjid milik warga yang berjarak sekitar 250 meter dari Masjid Sulaiman.
Bahkan beberapa warga sempat mengatakan sebaiknya masjid tersebut dirobohkan karena tidak berguna dan malah jadi beban masyarakat saja. "Lha, kalau dirobohkan, iso-iso awake dhewe sing (bisa-bisa kami sendiri) dipenjara," kata Wasirin, 55 tahun, menanggapi celetukan seorang teman kerjanya saat merenovasi sebuah rumah, ketika ditemui pada Kamis, 19 Maret 2015.
Kepala Kepolisian Sektor Kota Dau Komisaris Soepary membenarkan adanya keinginan warga merobohkan Masjid Sulaiman ketimbang ditelantarkan terus. Menurut Soepary, masjid yang dibangun di atas lahan sekitar 240 meter persegi itu bukan sengaja ditelantarkan, melainkan karena pembangunan masjid belum selesai.
Polisi, kata dia, tidak bisa memaksa warga setempat mengurus atau meneruskan pembangunannya. "Tapi pengawasan tetap kami lakukan bersama perangkat desa dan kecamatan serta Koramil (Komando Rayon Militer 0818/29 Dau)," kata Soepary lewat telepon, Kamis, 19 Maret 2015.
Keberadaan masjid setelah penyegelan sempat menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Sebagian warga menganggap keberadaan masjid itu tidak berguna, terlebih pembangunannya sejak awal tidak direstui warga dan pemerintah desa. Jemaahnya pun sudah tidak ada.
Keinginan merobohkan masjid itu ditentang warga lainnya. Mereka beralasan bagaimanapun keberadaan dan pengelolaan masjid sudah menjadi kewenangan pemerintah desa, sehingga kalau dirobohkan bisa jadi berbuah hukum pidana. "Kami harus bersikap bijak dan tegas agar pro-kontra itu bisa selesai dengan baik-baik," ujar Soepary.
Kepala Desa Gadingkulon Wahyu Eddi Prihanto juga membantah penelantaran masjid tersebut. Ia menegaskan perawatan dilakukan sekadarnya sampai Masjid Sulaiman tersebut mempunyai jemaah sendiri.
ABDI PURMONO