TEMPO.CO, Semarang -Sebanyak tujuh dari 21 kabupaten dan kota di Jawa Tengah belum mengalokasikan anggaran pengawasan untuk pemilihan kepala daerah serentak. Kelima daerah itu adalah Sragen, Demak, Pemalang, Pekalongan, dan Grobogan.
Anggota Badan Pengawas Pemilu Jawa Tengah Teguh Purnomo mengatakan, kelima daerah itu belum menganggarkan karena baru saja melaksanakan pilkada setelah pengesahan revisi undang-undang pilkada. ”Akibatnya belum ada persiapan mengalokasikan anggaran pengawasan pilkada langsung,” kata Teguh di Semarang, Kamis 19 Maret 2015. Saat ini, Bawaslu Jawa Tengah masih menyeleksi sejumlah anggota pengawas di lima daerah itu.
Teguh mengatakan, dua daerah lain sudah ditetapkan untuk pelaksanakan pilkada, tapi masih kekurangan anggaran pengawasan, yaitu Blora dan Rembang. Dari aspek proporsionalitas, kata Teguh, anggaran yang dialokasikan dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luasan wilayah sangat kecil. Rembang memiliki 294 desa/kelurahan alokasi dana pilkada Rp 1 miliar, sedangkan Blora Rp 1,5 miliar.
Teguh memperkirakan anggaran pengawasan pilkada tiap kabupaten/kota berkisar antara Rp 4-6 miliar. Peruntukannya antara lain honor pengawas satu kali dengan nominal antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. ”Para pengawas juga perlu diberi pelatihan,” kata Teguh.
Badan Pengawas Pemilu Jawa Tengah bakal mengunjungi sejumlah kabupaten/kota yang anggaran untuk pengawas pilkada masih minim. ”Kami akan mendesak agar kepala daerah segera memberikan anggaran untuk pengawasan pilkada,” kata Teguh.
Badan Pengawas Pemilu Jawa Tengah mencatat anggaran untuk pengawasan pemilihan kepala daerah di 16 kabupaten/kota baru dianggarkan sebanyak Rp 46 miliar. Teguh menyatakan beberapa kabupaten yang anggaran untuk pengawasan pilkada sudah cukup memadai, yakni Kabupaten Purworejo sebesar Rp 6,2 miliar dan Kabupaten Klaten Rp 4,5 miliar.
Masih minimnya anggaran pengawasan pilkada, menurut dia, karena saat membahas perencanaan rancangan APBD 2015 belum ada kepastian tentang sistem pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung ataukah kepala daerah dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ”Beberapa pemerintah daaerah saat itu masih ragu,” ujar dia.
ROFIUDDIN