TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menaikkan harga pembelian pemerintah menjadi Rp 3.700 per kilogram, lebih tingi 10,4 persen dibandingkan harga sebelumnya. Keputusan itu diumumkan di hadapan petani pada acara panen raya musim rendeng 2014/2015 dan musim tanam gadu 2015 yang digelar di Desa Kedokan Gabus Kecamatan Gabuswetan Kabupaten Indramayu, Rabu 18 Maret 2015.
"Saya umumkan di Indramayu HPP Rp 3.700/kg, naik 10,4 persen (dari HPP sebelumnya)," kata Jokowi. HPP untuk gabah kering panen (GKP) sebelumnya adalah Rp 3.300 per kilogram. Sesaat setelah mendengar pengumuman presiden tersebut, petani yang hadir pun riuh berkomentar. Kenaikan harga tersebut dinilai masih kurang besar.
Jokowi menyatakan jika kenaikan HPP tahun ini sudah didasarkan pada hasil hitungan yang cermat. Jokowi masih harus mempertimbangkan semua kelompok di luar petani. "Sudah dua tahun tidak naik, ini sudah dinaikkan masih kurang?" kata Jokowi bertanya.
Jokowi menjelaskan jika HPP untuk GKP dinaikkan terlalu tinggi, maka harga beras pun akan naik jauh lebih tinggi lagi. Jika itu terjadi, maka masyarakat di seluruh Indonesia yang mengonsumsi beras akan menyalahkannya. "Saya mengayomi semua kelompok. Semuanya harus pada posisi yang seimbang dan baik," kata Jokowi.
Jokowi menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk tidak melakukan lagi impor beras. Karenanya petani pun diminta untuk bekerja keras untuk meningkatkan produktivitas dan produksi padi agar ketersediaan pangan nasional tetap terjamin tanpa adanya beras impor. "Kami telah berkomitmen tidak ada lagi impor beras, maka petani pun harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan beras nasional," kata Jokowi.
Dia menambahkan untuk mendukung program swasembada beras, pemerintah telah menginstruksi kementrian pertanian untuk membenahi prosedur penyaluan bantuan di sector pertanian seperti bantuan benih, pupuk dan alat pertanian. Kementerian PU pun telah diperintahkan untuk bisa memeprbaiki 52 persen irigasi yang rusak tahun ini dan perbaikan tersebut telah dilakukan sejak awal 2015 lalu.
Sementara itu Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, mendukung program pemerintah untuk memperbaiki saluran irigasi yang rusak. "Karena kerusakan irigasi sangat menghambat program peningkatan produksi pertanian, khususnya di Jawa Barat," kata Heryawan.
Heryawan menambahkan indeks produksi (IP) petani di Pantura Jabar baru 1,8 persen, padahal luas arealnya mencapai 80 persen dari total areal pertanian di Jabar. Sedangkan IP untuk daerah Priangan justru telah mencapai 2,8 persen padahal luas areal sawahnya hanya 20 persen. "Dengan IP 1,8 persen saja Jabar bisa jadi nomor satu produksi beras nasional, apalagi kalau IP 2,8 persen merata dengan dukungan irigasi yang bagus," kata Heryawan.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menjelaskan jika perbaikan irigasi saat ini baru 25 persen dari total target sebanyak 1 juta hektare. Semuanya akan rampung akhir 2015 mendatang. "Termasuk kerusakan saluran irigasi yang ada di Jabar," katanya. Sedangkan untuk penyaluran bantuan traktor kepada petani menurutnya baru 30 ribu unit dari total target sebanyak 60 ribu unit sepanjang 2015 ini.
Bupati Indramayu, Anna Sophanah pun berharap pemerintah pusat dan Pemprov Jabar segera meresmikan Waduk Jatigede. Karena nantinya waduk tersebut akan mengairi sawah di Indramayu bagian timur yang luasnya hingga 60 ribu hektar. "Petani di Kabupaten Indramayu timur sangat butuh bendungan dan saluran irigasi yang lancar," kata Anna. Tujuannya agar mereka mampu meningkatkan produksi.
Menanggapi HPP yang baru, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jabar, Rali, menilai jika idealnya besaran HPP terbaru mencapai Rp 4.500/kg. Harga tersebut menurutnya mampu mengimbangi biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani. "Idealnya memang Rp 4.500/kg," kata Rali.
IVANSYAH