TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin, 16 Maret 2015, menuntut terdakwa kasus simulator Surat Izin Mengemudi Brigadir Jenderal Didik Purnomo dengan hukuman penjara selama tujuh tahun. Tak hanya itu, anak buah bekas Kepala Korlantas Mabes Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo ini juga dituntut membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Didik Purnomo telah secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata jaksa Haerudin saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin, 16 Maret 2015.
Menurut Haerudin, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan simulator uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) tahun anggaran 2011, Didik telah melawan hukum dan melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun korporasi.
Didik dinilai lalai melaksanakan tugas sebagai PPK. Harga perkiraan sendiri (HPS) yang seharusnya disusun oleh Didik justru dibuat oleh Sukotjo Bambang selaku Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia yang menyebabkan penggelembungan anggaran.
Didik disebut menikmati duit senilai Rp 50 juta. Selain itu, perbuatan Didik telah memperkaya beberapa orang, yakni mantan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebesar Rp 32 miliar, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) senilai Rp 93 miliar lebih, Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) sebesar Rp 3 miliar lebih, serta Primkoppol Mabes Polri senilai Rp 15 miliar. Total nilai proyek tersebut adalah Rp 198 miliar, tapi negara rugi Rp 121,83 miliar.
Hal yang memberatkan tuntutan pada Didik, kata Haerudin, adalah Didik merupakan aparat penegak hukum, tapi telah mencederai lembaga kepolisian. Selain itu, Didik dinilai berbelit-belit selama persidangan dan tidak menunjukkan penyesalan. "Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara yang besar dan menyebabkan polisi gagal memberikan pelayanan maksimal pada masyarakat."
Hal yang meringankan adalah Didik belum pernah dihukum dan selalu sopan selama persidangan yang dipimpin hakim ketua Ibnu Basuki Widodo itu. Selain hukuman penjara dan denda, Didik juga dituntut mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp 50 juta dalam waktu sebulan setelah keputusan dinyatakan inkraht.
Bila tidak mampu, hukuman penjara akan ditambah selama dua tahun. "Kami juga menuntut pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik," ucap Haerudin.
Atas tuntutan jaksa, kuasa hukum Didik, Harry Ponto, meminta waktu dua pekan untuk menyusun nota pembelaan. "Pembelaan akan disampaikan oleh kuasa hukum dan terdakwa sendiri," kata Harry.
Usai sidang, Didik menolak berkomentar mengenai tuntutan jaksa. Didik berujar pembelaannya akan disampaikan dalam persidangan selanjutnya. "Apa yang mau dikomentari? Nanti juga ada pembelaan," ucap Didik.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA