TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana menolak diperiksa penyidik Badan Reserse Kriminal Polri terkait kasus program pembayaran paspor secara elektronik. Sebab, Denny tidak diperkenankan oleh penyidik untuk didampingi kuasa hukumnya.
"Bagaimana proses pemeriksaan saya tadi akan disampaikan tim penasihat hukum," kata mantan staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 12 Maret 2015.
Anggota tim kuasa hukum Denny, Heru Widodo, mengatakan pihaknya sudah mencoba melobi penyidik agar kliennya bisa didampingi. Namun, penyidik tetap menolak.
"Akhirnya Denny memutuskan tidak berkenan memberikan keterangan lebih lanjut," ujar Heru.
Denny, menurut Heru, baru bersedia menjawab pertanyaan penyidik dalam pemeriksaan selanjutnya jika diperbolehkan didampingi kuasa hukum. "Akan memberikan keterangan dengan didampingin tim hukum. Akan menjawab," ujar Heru.
Kasus ini berawal dari laporan Andi Syamsul Bahri dari lembaga swadaya masyarakat Pijar pada 10 Februari 2015. Kemudian Polri juga melaporkan Denny pada 24 Februari.
Menurut polisi, Denny diduga menyelewengkan implementasi pembayaran paspor secara elektronik dalam program sistem pelayanan paspor terpadu.
Pada Juli-Oktober 2014 terdapat nilai selisih dari pengurusan paspor yang tak disetorkan ke negara sebanyak Rp 32 miliar. Kelebihan pungutan tersebut justru masuk ke dua vendor dan tak langsung disetorkan ke bank penampung.
SINGGIH SOARES