TEMPO.CO, Malang--Lembaga perlindungan satwa liar, Profauna, mendukung upaya Presiden Joko Widodo yang melepaskan satwa di sekitar Istana Merdeka dan Istana Bogor. Sebagai seorang Presiden, Jokowi menjadi panutan dan contoh. "Jika satwa itu dikurung dan tak dilepas bebas Profauna akan protes. Menolak keras," kata Ketua Profauna, Rosek Nursahid, Selasa 3 Maret 2015.
Namun sebelum dilepas harus menjalani karantina untuk pemeriksaan kesehatan satwa. Sehingga jika sehat, satwa yang dilepasliarkan di alam tak menularkan penyakit ke satwa lain. Selain itu, juga harus dikaji habitatnya. Apakah habitatnya sesuai dan tersedia cukup pakan alamiahnya di alam. "Aksi beli burung harus dicermati dengan baik, jangan sampai salah penanganan," katanya.
Seperti Jalak kebo atau jalak hitam (Acridotheres javanicus) merupakan burung endemik Jawa. Sebarannya mulai dari Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Bali, Asia Timur, hingga ke China. Jalak kebo mendatangi areal yang menjadi ladang penggembalaan kerbau dan sering bertengger di punggung kerbau, sambil mencari kutu yang menempel.
Jalak kebo pemakan serangga dan berstatus tak dilindungi. Sedangkan perkutut (Geopelia striata) penyebarannya dari Semenanjung Malaya hingga Australia. Perkutut juga menjadi burung peliharaan para penghobi serta banyak ditangkarkan untuk dikembangbiakkan menjadi burung berkicau.
Sebelumnya, Presiden Jokowi blusukan ke Pasar Burung di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Sabtu, 28 Februari 2015. Di sana, Jokowi membeli ratusan burung untuk ditempatkan di Istana Bogor dan Istana di Jakarta. "Karena di sana burungnya kurang," kata Jokowi di Pasar Burung. "Agar ekosistemnya juga bagus."
Jokowi membeli burung jenis jalak kebo sebanyak 300 ekor. "Tiap ekor harganya Rp 50 ribu," kata Nuryadi, pedagang burung yang bertransaksi dengan Jokowi. Selain itu, Jokowi membeli burung jenis perkutut dan kutilang. Masing-masing 20 ekor dan 100 ekor. Per ekor perkutut dijual seharga Rp 50 ribu, sedangkan kutilang Rp 30 ribu.
EKO WIDIANTO