TEMPO.CO, Yogyakarta - Meski grasi yang diajukan terpidana mati kasus narkotik, Mary Jane Fiesta Veloso, ditolak Presiden Joko Widodo, warga negara Filipina ini mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.
Padahal pengajuan grasi sejatinya merupakan pengakuan bersalah atas tindak pidana. Sebaliknya, pengajuan peninjauan kembali merupakan pernyataan tak bersalah. "Pengajuan grasi itu, kan, juga sebagai pengakuan bersalah. Grasi sudah ditolak, kok, mengajukan peninjauan kembali," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Anti-Narkotika (Granat) Daerah Istimewa Yogyakarta Feryan H. Nugroho, Rabu, 25 Februari 2015.
Menurut Feryan, mestinya peninjauan kembali diajukan sebelum mengajukan grasi. Toh, Pengadilan Negeri Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menerima pengajuan peninjauan kembali Mary Jane. Sidang peninjauan kembali akan digelar di Pengadilan Negeri Sleman pada Selasa, 3 Maret mendatang.
Setali tiga uang, Kejaksaan sebagai salah satu unsur eksekutor pun melayani upaya peninjauan kembali itu. "Grasi sudah ditolak, tetapi terpidana juga mempunyai hak hukum untuk mengajukan peninjauan kembali," kata Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta Tri Subardiman.
Ia menyatakan, pada 24 Februari malam, sudah dilakukan rapat koordinasi antara Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri Sleman untuk menyikapi masalah peninjauan kembali kasus Mary Jane. “Kalau hak hukumnya sudah habis, ya, (eksekusi hukuman mati) kita mulai," kata Tri.
Mary Jane, warga negara Filipina, 29 tahun, menjadi terpidana mati dalam kasus penyelundupan narkotik jenis heroin 2,6 kilogram senilai Rp 5,5 miliar di Bandara Adisutjipto pada 25 April 2010. Heroin ditemukan petugas di dinding koper Mary Jane bagian belakang. Dia memakai penerbangan pesawat Air Asia dari Kuala Lumpur ke Yogyakarta.
Perempuan itu dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan, Yogyakarta, sejak dua tahun lalu setelah dipindahkan dari lembaga pemasyarakatan khusus narkoba. Ia divonis mati oleh hakim Pengadilan Negeri Sleman karena terbukti melanggar Pasal 114 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
MUH SYAIFULLAH