TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo akhirnya menetapkan sikap membatalkan pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri dan menunjuk Badrodin Haiti sebagai penggantinya. Lingkaran Survei Indonesia, berdasarkan survei, menyatakan keputusan Jokowi itu didukung mayoritas publik Indonesia.
"Tidak sampai 20 persen publik yang menilai keputusan Jokowi itu keliru," kata peneliti LSI, Rully Akbar, di kantornya, Selasa, 24 Februari 2015.
Menurut Rully, keputusan Jokowi memilih Badrodin didukung publik karena citra Budi Gunawan telah telanjur buruk. Walaupun memenangkan gugatan praperadilan dan penetapan tersangkanya sudah dibatalkan, Budi Gunawan masih dianggap sebagai sosok bermasalah. "Bahkan bila Budi Gunawan mendapat posisi lain, seperti Wakapolri, publik tetap akan memberi punishment," ujar Rully.
Berdasarkan survei LSI yang dilakukan pada 20-22 Februari 2015, sebanyak 70,29 persen dari 1.200 responden yang ditanyai menyatakan dukungan mereka akan keputusan Jokowi. Hanya 18,03 persen yang menyatakan tindakan membatalkan pelantikan Budi Gunawan itu keliru.
Walau begitu, kisruh KPK dan Polri yang berkepanjangan membuat publik makin prihatin dengan kondisi hukum Indonesia. Keputusan Jokowi, kata Rully, dianggap terlambat dan menunjukkan ketidaktegasannya sebagai seorang presiden. "Publik menilai Jokowi telah melanggar komitmennya untuk menciptakan pemerintahan bersih," ucap Rully.
Pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri jadi salah satu isu yang paling menyita perhatian publik selama seratus hari pertama pemerintahan Jokowi. Setelah resmi menjadi calon tunggal Kapolri, Budi justru ditetapkan sebagai tersangka transaksi dana mencurigakan oleh KPK.
Budi mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK dan dinyatakan menang. Meski penetapan Budi sebagai tersangka telah dinyatakan tidak sah oleh pengadilan, Jokowi akhirnya memutuskan tetap tidak melantik Budi dan mengusulkan nama baru sebagai calon tunggal Kapolri, yaitu Badrodin Haiti yang sebelumnya menjabat Wakapolri.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA