TEMPO.CO, Yogyakarta - Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta siap mengeksekusi terpidana mati kasus narkotik Mary Jane Fiesta Veloso setelah grasinya ditolak Presiden Joko Widodo pada 2014. "Koordinasi sudah dilakukan, kami diminta siap-siap," kata Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta Tri Subardiman, Jumat, 20 Februari 2015.
Mary Jane, warga negara Filipina, 29 tahun, menjadi terpidana mati kasus penyelundupan 2,6 kilogram heroin senilai Rp 5,5 miliar di Bandara Adisutjipto pada 25 April 2010. Perempuan itu dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan, Yogyakarta, sejak dua tahun lalu setelah dipindahkan dari LP khusus narkoba. Dia divonis mati oleh hakim Pengadilan Negeri Sleman karena terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Menurut Tri, tempat eksekusi Mary Jane belum diputuskan. “Bisa saja di Yogyakarta atau di Nusakambangan,” katanya. Seorang sumber ke Kejaksaan Tinggi Yogyakarta mengatakan, dalam lima tahun belakangan, Yogyakarta tak pernah dijadikan lokasi eksekusi mati terpidana.
Setelah pengajuan grasi ditolak pada 2014, terpidana mengajukan upaya hukum peninjauan kembali. Namun PK tak menghalangi eksekusi. Saat petugas LP menyampaikan surat penolakan grasi, Mary mengamuk karena stres.
Keluarga Mary dan Kedutaan Besar Filipina sudah menjenguknya pada Kamis lalu. Menurut Tri Subardiman, keluarganya menyatakan tak keberatan atas rencana eksekusi mati Mary. “Setelah dijelaskan hukum di Indonesia, keluarga menerima putusan itu,” ujarnya.
Kejaksaan Negeri Sleman sebagai penuntut umum kasus ini juga belum mendapatkan kepastian waktu eksekusi Mary. “Kami hanya menunggu perintah eksekusi dari Kejaksaan Agung,” tutur Kepala Kejaksaan Negeri Sleman Nicolaus Kondomo.
MUH SYAIFULLAH