TEMPO.CO, Surabaya-Surabaya kini memiliki rumah sakit penyakit tropis dan infeksi pertama di Indonesia. Universitas Airlangga Surabaya meresmikan Rumah Sakit Khusus Infeksi itu hari ini, Selasa 17 Februari 2015. Rumah sakit berlantai tujuh tersebut dikhususkan untuk menangani sekaligus meneliti AIDS, Tuberculosis (TBC), Malaria, SARS, flu burung, flu babi, MERS-CoV, difteri, demam berdarah, hingga ebola.
Rumah Sakit Khusus Infeksi Universitas Airlangga dibangun sejak 2008 sebagai hibah dari Kementerian Kesehatan. Semula bernama Rumah Sakit Penyakit Tropis, rumah sakit ini mengemban tugas riset penyakit infeksi yang berkembang di Indonesia.
"Kementerian Kesehatan mengamanahi Rumah Sakit Khusus Infensi ini menjadi rumah sakit riset penyakit tropis. Tapi karena belum punya undang-undang untuk rumah sakit riset, maka dijadikan rumah sakit khusus infeksi dulu," kata Direktur Utama Rumah Sakit Khusus Infeksi Boerhan Hidayat.
Rumah sakit ini terdiri dari tujuh lantai dengan fasilitas terbaik di bidangnya. Sesuai arahan Millenium Development Goals (MGDG's), terdapat tiga penyakit utama yang menjadi prioritas, yakni AIDS, tuberculosis, dan malaria. "Mudah-mudahan bisa meriset sendiri penyakit infeksi, menganalisa sendiri, hingga membuat vaksinnya sendiri," tutur Boerhan.
Rumah sakit yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara itu terdiri dari empat poli. Poli pertama ialah poli pencegahan, tempat konsultasi warga negara Indonesia yang ingin bepergian ke luar negeri. Tujuannya, untuk mengantisipasi penularan penyakit di negara tujuan. Poli kedua ialah poli infeksi umum, seperti batuk, sesak, jamur, diare, dan demam.
Ketiga ialah poli infeksi khusus. Penyakit akibat infeksi khusus bisa ditularkan melalui udara seperti tuberculosis, melalui kontak seperti ebola, atau cipratan ludah. Keempat ialah poli konsultan yang terdiri dari beberapa dokter spesialis dan siaga penuh. "Memang kami belum menangani pasien, tapi kerja penelitian tentang malaria, demam berdarah sudah lama berjalan. Kami sudah siap melayani pasien," ujarnya.
Berbagai fasilitas unggulan di Rumah Sakit Khusus Infeksi ialah laboratorium parasit, patologi anatomi, patologi klinik, mikrobiologi, imunologi, kimia klinik, molekuler, dan kultur sell. Tak ketinggalan ruang penelitian terapi antibodi, enzim, sitokin, dan sel punca (stem cell).
Salah satu alat tercanggih ialah microarray DNA. Alat senilai Rp 6 miliar itu menjadi alat pemeriksa penyakit pertama hingga level DNA pertama di Indonesia. "Dua microarray sebenarnya sudah ada di Indonesia. Tapi digunakan untuk penelitian pertanian, bukan kesehatan," ujar petugas laboratorium mikrobiologi, Wahyu.
Alat itu, kata Wahyu, bermanfaat untuk upaya pemetaan genetik terhadap suatu penyakit di masyarakat. Sebab, setiap orang memiliki perbedaan genetik (polimorfisme) yang beragam.
"Dalam susunan kromosom, ada salah satu unsur yang riskan terhadap sesuatu, sebuah pola genetik terhadap penyakit. Dengan microarray, kita bisa tahu pola penyakit, misalnya TB seperti apa, pola genetiknya apa kok dia tahan, dan sebagainya," katanya.
ARTIKA RACHMI FARMITA