TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo dikenal selalu tunduk pada perintah Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Namun, menurut pengamat hukum tata negara Refly Harun, jika Jokowi ingin tinggalkan Mega, dia harus terima saat kebijakannya dipersulit oleh pihak-pihak tertentu.
"Akan ada banyak kealotan terjadi dalam pemerintahannya," katanya saat dihubungi Tempo, Ahad, 15 Februari 2015.
Dia mengatakan Jokowi akan menarik banyak mitra politiknya. Bahkan mungkin dari pihak oposisi diajaknya bergabung. "Ada kemungkinan dia menanggalkan segala jenis kubu KIH dan KMP," ujarnya.
Menurut dia, Jokowi mampu melakukan manuver politik lebih baik saat ini. Buktinya, pertemuan-pertemuan dengan rivalnya, Prabowo Subianto, berlangsung adem ayem. Hal ini menandakan Jokowi sudah ambil ancang-ancang menggaet banyak pihak untuk bekerja sama dengannya.
Namun gaya politik Jawa yang dimiliki Jokowi, yang tak konfrontatif, membuat dia harus melakukan reli-reli panjang. Hal ini dapat menyebabkan banyak pihak jenuh dan lelah dengan sikapnya. "Jokowi dapat dinilai tak tegas," katanya.
Karena itu, Jokowi harus banyak melakukan lobi-lobi untuk memperkuat posisi politiknya tanpa Mega. Dengan begitu, pihak Teuku Umar akan sadar jika mereka rugi karena tak mau bekerja sama dengan Jokowi. "Jokowi mampu mandiri dan lebih baik dari Mega," ujarnya.
YOLANDA RYAN ARMINDYA