TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Martin Hutabarat, mengatakan konflik seputar pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri yang tak kunjung usai berdampak buruk bagi komisinya. "Kami tersandera. Kami tak bisa berbuat apa-apa dalam waktu satu bulan ini," kata Martin dalam diskusi "Simalakama Jokowi" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu, 14 Februari 2015.
Presiden Joko Widodo, kata dia, sampai saat ini belum berani mengambil keputusan atas status Budi Gunawan. Presiden selalu mengulur waktu ketika ditanya tentang solusi calon Kapolri. Padahal Jokowi punya kuasa penuh untuk memilih pengisi jabatan Kapolri.
Martin menduga salah satu penyebab kegalauan Presiden Jokowi adalah terlalu banyak pihak yang ikut campur dalam masalah Budi Gunawan. Dia membandingkan kondisi saat ini dengan saat Timur Pradopo dan Sutarman melenggang jadi Kapolri. Saat itu, hanya presiden dan DPR yang punya hak campur tangan. "Tapi sekarang KPK, partai politik, sampai masyarakat ikut campur," kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra tersebut.
Martin mendesak Presiden Jokowi segera mengambil keputusan. Menurut dia, Jokowi harus bisa menunjukkan bahwa, sebagai presiden, Jokowi yang punya hak menentukan Kapolri. "Lebih baik ambil keputusan yang sedikit salah daripada diam, sebab masih banyak urusan pemerintah yang lebih penting daripada Kapolri," kata Martin.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengajukan Komjen Budi Gunawan untuk menggantikan Jenderal Sutarman sebagai Kapolri. Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pengajuan ini. Pada saat yang sama, Komisi Pemberantasan Korupsi malah mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Budi diduga menerima suap dan gratifikasi ketika memegang jabatan Kepala Biro Pembinaan Karier Polri 2003-2006 dan jabatan lain di kepolisian.
Komisi antirasuah menjerat Budi Gunawan dengan Pasal 12a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, atau Pasal 12B UU Nomor 31 tahun 1999 juncto UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Budi Gunawan melawan dengan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
INDRA WIJAYA
Berita Menarik: