TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies, J. Kristiadi, menilai Presiden Joko Widodo mengalami konflik batin dalam memutuskan status pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI.
Menurut Kristiadi, di satu sisi Jokowi harus menegakkan rasionalitas publik. Sedangkan di sisi lain, Jokowi dianggap sebagai petugas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
"Ada konflik batin Jokowi dalam memutuskan sesuatu yang sesuai dengan tuntutan publik tapi tidak menyinggung Mega (Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri). Ada kompleksitas seperti itu," kata Kristiadi saat dihubungi, Sabtu, 14 Februari 2015.
Kristiadi mengatakan Jokowi saat ini sedang beranggapan bahwa rasionalitas publik, yang merupakan pendukung Komisi Pemberantasan Korupsi, terlihat keruh dengan berbagai macam kepentingan yang tidak masuk akal.
Adapun partai pendukungnya, seperti PDIP dan NasDem, juga terus menekan dan marah-marah karena Jokowi tidak segera melantik Budi Gunawan.
Karena itu, kata Kristiadi, Jokowi merasa membutuhkan waktu untuk meluruskan kewarasan publik serta memberi penjelasan kepada elite partai pendukungnya, khususnya Megawati, sebelum mengambil keputusan.
"Keputusan ini bersangkut-paut dengan intuisi. Tentu Jokowi berhubungan dengan Mega," kata Kristiadi.
Jokowi selalu beralasan menunggu hasil sidang praperadilan untuk memutuskan menarik Budi Gunawan dari pencalonan sebagai Kapolri.
Menurut Kristiadi, status Budi yang secara de facto adalah Kapolri namun berstatus tersangka dianggap menjadi pemicu konflik KPK dan Polri.
Berbagai macam serangan terhadap KPK datang bertubi-tubi pasca-penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka.
Serangan itu antara lain berupa penetapan status tersangka terhadap pimpinan KPK oleh Polri. Sedangkan pada pekan ini beredar kabar adanya teror terhadap penyidik dan tim biro hukum komisi antirasuah yang menangani kasus Budi Gunawan.
LINDA TRIANITA