TEMPO.CO, Bandung - Larangan merayakan Hari Valentine bagi pelajar dikeluarkan sejumlah pemerintah daerah. Aktivis pendidikan dari Forum Guru Independen Indonesia (FGII), Iwan Hermawan, mengatakan larangan itu sebaiknya tidak ditujukan bagi seluruh siswa agar toleransi terjaga.
"Kalau agamanya tidak melarang, silakan (merayakan Valentine). Itu haknya," kata Iwan, Jumat, 13 Februari 2015.
Menurut Iwan, larangan merayakan Hari Valentine itu tidak bisa berlaku sepenuhnya ke seluruh pelajar. Kalangan muslim dilarang merayakan, namun pemeluk agama lain tidak. "Persoalannya ada di toleransi, dan negara ini bukan negara Islam," ujar pengajar di SMAN 9 Bandung tersebut.
Agar siswa lebih memahami ihwal Hari Valentine, ia menganjurkan sekolah-sekolah lewat guru agama masing-masing menjelaskan sejarah hari kasih sayang itu.
Ihwal sanksi bagi siswa yang melanggar larangan ini, dia menilai norma sekolah lebih pas dijadikan acuan. "Titik beratnya bukan pada Hari Valentine, tapi pelanggaran norma sekolah, seperti pergaulan bebas, itu bisa kena sanksi," ujarnya.
Sebelumnya, Dinas Pendidikan Jawa Barat mengedarkan surat berisi larangan merayakan Hari Valentine bagi siswa sekolah ke kepala dinas pendidikan di kota dan kabupaten di provinsi itu. Larangan itu berlaku di dalam dan di luar sekolah.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Ahmad Hadadi berdalih, surat larangan itu dikeluarkan untuk merespons ajakan merayakan Hari Valentine yang mengarah pada pergaulan bebas di media sosial. Dia pun menyatakan khawatir momentum ini dimanfaatkan sebagai ajang penyalahgunaan narkoba.
Menurut Hadadi, gara-gara kekhawatiran itu, Dinas Pendidikan memilih memberlakukan larangan perayaan Valentine bagi siswa. "Saat ini perayaan Valentine's Day lebih mengarah pada pesta, dekat dengan seks dan narkoba. Itu yang kita khawatirkan. Kami mengingatkan agar setiap orang tua memperhatikan anak-anaknya karena momentum ini sering disalahgunakan," katanya.
ANWAR SISWADI