TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saifulah Hidayat mengagumi tatanan kehidupan masyarakat yang mendiami Rusunami Buddha Tzu Chi yang terletak di Cengkareng, Jakarta Barat. Tak tanggung, ia meminta pengelola rusun belajar dari cara pengelola Rusun Buddha Tzu Chi menata kehidupan masyarakat di rusun itu.
"Mereka (Rusunami Buddha Tzu Chi) jadi satu role model bagi rusunawa. Saya mengajak dinas dan jajaran terkait supaya belajar dari sini, sehingga maksimal," kata Djarot, Kamis, 29 Januari 2015.
Djarot mengagumi perubahan pola hidup masyarakat di rusunawa ini yang menurut dia lebih baik. "Jadi pelajaran bahwa masyarakat yang tinggal di bantaran itu bisa mengubah pola pikir," katanya. (Baca: Pasar Bau Sampah, Djarot Semprot Lurah Kedoya)
Ia menginginkan setiap rusunawa nantinya ada pendampingan budaya yang mengubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat seperti yang dilakukan oleh pengelola Rusunami Buddha Tzu Chi.
Rusunami Buddha Tzu Chi adalah rusun yang dibangun pada 2003 lantaran banjir pada 2002. Rusun ini terdiri dari 55 tower, tiap tower 25 memiliki luas 36 meter persegi. Setiap tower memiliki ruang tamu, dua kamar, kamar mandi, tempat cuci dengan fasilitas air PAM, dan listrik 900 watt. "Kami juga memiliki program pendampingan untuk mengubah kebiasaan buang sampah di kali dan menjaga kerapian lingkungan," kata Hartono, wakil pengelola rumah susun ini.
Djarot tampak terkesima dengan kebersihan dan kerapian rusunami ini. Tak seperti rusun kebanyakan, rusun yang dikhususkan bagi masyarakat bantaran kali ini tak menampilkan pemandangan khas seperti jemuran yang cemantel di sana-sini. "Cara mereka membuang sampah, menjemur pakaian, hubungan antarwarga, ini tidak bisa terjadi kalau rusun sudah jadi kemudian dilepaskan tanpa ada pendampingan," kata Djarot. (Baca: Wagub Djarot Minta Rusun Dibangun 8 Lantai)
Rusunami ini ditarif Rp 90 ribu per bulan, belum termasuk air dan listrik. "Sudah sejak saya masuk belum berubah tarifnya. Enam bulan pertama malah gratis," kata Ketua RT 06 RW 17 Edi Suratno.
Suratno mengaku sebagai generasi pertama yang tinggal di rusun ini lantaran rumahnya di Angke tergusur. Kemudian gelombang susulan datang dari Kalijodo dan Muara Baru, sehingga saat ini hanya menyisakan tak lebih dari 20 unit kamar.
Djarot menegaskan rusun tak boleh diperjualbelikan. Edi pun mengakui tak mudah menjual unit karena cepat terlacak oleh pengelola. Pada 2008, menurut ingatan dia, sempat ada lima unit kamar yang dijual oleh si pemilik dengan kisaran harga Rp 50-70 juta. "Ketahuan langsung dieksekusi, dipindahkan paksa," kata Edi.
Tak hanya terkesima dengan penataan, Djarot pun kagum atas pengelolaan sampah yang dibedakan secara disiplin oleh warga antara sampah kering dan basah, organik dan non-organik. Ia menganggap cara ini merupakan terobosan bagi kehidupan di rumah susun yang masyarakatnya dulu tinggal di bantaran sungai dengan pola hidup jorok. "Malah, jika memungkinkan, harusnya dibuat juga komposter sehingga lebih produktif," kata Djarot.
DINI PRAMITA
Baca juga:
Hujan Guyur Jakarta Hari Ini
Kasus Uang Palsu 12,2 Miliar, Polisi Dapat Reward
Kejutan Ultah Justin Bieber Untuk Elle DeGenenes
Alasan Budi Gunawan Ngotot Mangkir ke KPK