TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan tidak setuju bila seorang jamaah menginterupsi khatib yang sedang ceramah. "Khotbah itu, kan, bukan rapat yang bisa diinterupsi," katanya saat dihubungi pada 9 Januari 2015.
Namun, menurut Amirsyah, menanyakan makna khotbah yang disampaikan tetap boleh dilakukan. "Tapi caranya yang harus diperhatikan," katanya. Salah satu caranya adalah mendatangi sang khatib setelah turun dari mimbar. (Baca: Kutipan Utuh Fatwa Boleh Interupsi Khotbah)
Walau begitu, Amirsyah sangat tidak mentoleransi bila sang khatib menyampaikan berbagai hal yang bersifat menghasut atau provokatif. "Khotbah provokatif itu seperti mencaci-maki atau menjelek-jelekan orang lain. Tidak boleh itu," ujarnya. (Baca: Fatwa Boleh Interupsi Khotbah Ngawur, Ini Mulanya)
Sebelumnya, lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama berpendapat, jamaah boleh menginterupsi khatib salat Jumat. Jamaah boleh menyela andai pengkhotbah menjelek-jelekkan kelompok lain. Pandangan dari Imam Maliki tersebut menyatakan jamaah memang dilarang berbicara saat khatib berkhotbah atau ketika ia duduk di antara dua khotbah. (Baca: Interupsi Khotbah Jumat Ngawur Boleh, Ini Dasarnya)
Namun larangan berbicara itu bisa gugur saat isi khotbah ternyata ngawur. Pandangan itu menyadur dari karya Abdurrahman al-Juzairi, Al-Fiqh 'ala al-Madzahib al-Arba'ah.
MITRA TARIGAN
Terpopuler:
Heboh, Dosen IAIN Ajak Mahasiswa Belajar di Gereja
'PNS Seksi' di Kota Bekasi Ditegur
Penyelam Belut Air Asia Jumpa Hiu: Assalamualaikum
Makam Imam Nawawi di Suriah Diledakkan Milisi
Beresi Kisruh Penerbangan, Jonan Ikuti Cara Susi