TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, mengusulkan hukuman mati bagi para terpidana koruptor. Menurut dia, hukuman mati bagi koruptor bisa menimbulkan efek jera. (Baca: Jokowi Tolak Grasi, Ruhut: Eksekusi Segera!)
"Untuk mencegah korupsi, jadi memang harus ada shock therapy yang berat, yakni hukuman mati," ujar Ruhut ketika dihubungi, Rabu, 10 Desember 2014. Dia menilai pemberantasan korupsi yang mengandalkan program pencegahan tak akan pernah efektif. Sebab, menurutnya, seluruh sistem membuka celah bagi para birokrat maupun legislator untuk menggarong duit negara.
Karena itu, Ruhut berharap program pencegahan dan penindakan harus seimbang. Namun, bila wabah korupsi sudah terlalu luas, kata dia, lembaga penegak hukum tak bisa mengandalkan program pencegahan. "Mau tidak mau memang harus ada penindakan," ujar anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu. (Baca: Superman Is Dead: Korupsi Belum Dipandang Wah)
Kini, hukuman tertinggi para koruptor adalah penjara hidup. Karena itu, kata Ruhut, untuk mengurangi korupsi harus diterapkan hukuman mati bagi koruptor. "Di Cina, para koruptornya dihukum mati, itu bisa dicontoh," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai suksesnya pemberantasan korupsi tidak hanya dilihat dari banyaknya orang yang ditangkap atau jumlah uang negara yang bisa ditarik kembali. Menurut dia, semakin banyak koruptor yang ditangkap atau uang yang ditarik kembali artinya korupsi masih banyak di negeri ini. (Baca: KPK Jadikan Ibu Rumah Tangga Agen Antikorupsi)
Dalam perjalanannya, Komisi Pemberantasan Korupsi selama 10 tahun ini menangani 435 kasus. Komisi antirasuah berhasil mencokok beberapa menteri aktif era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, gubernur, bupati/wali kota, dan diplomat. KPK pernah memeriksa mantan Wakil Presiden Boediono sebagai saksi kasus Bank Century. KPK pun menangkap tangan ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Akil Mochtar, dan menetapkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan saat itu, Hadi Poernomo, sebagai tersangka.
Menurut Ruhut, lahirnya KPK di era Reformasi karena adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap kejaksaan dan kepolisian. Dia meminta agar kedua institusi tersebut introspeksi diri. "Kalau enggak, lama-lama KPK kami tetapkan saja, bukan ad hoc lagi. Nyatanya rakyat sangat percaya dengan KPK," kata Ruhut. (Baca: Gitar Jokowi Dijadikan Simbol Antikorupsi)
LINDA TRIANITA
Terpopuler
Akhirnya Ical Mendukung Perpu Pilkada Langsung
Lagi, Kubu Agung Tolak Ajakan Islah dari Ical
Ini Isi Kesepakatan Koalisi Prabowo-Demokrat
Gerindra: Kami Harus Lebih Hati-hati dengan SBY
Rahasia Jokowi Mencegah Pejabat Korupsi