TEMPO.CO, Blitar - Beberapa lelaki yang ditengarai sebagai preman terlibat keributan dengan wartawan yang hendak meliput kasus dugaan penyimpangan proyek Pasar Wage di Blitar. Para pekerja media ini diusir saat mengikuti inspeksi mendadak pejabat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Blitar ke lokasi proyek.
Proyek senilai Rp 7,2 miliar yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara itu memang menguarkan aroma tak sedap karena ditengarai tidak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Ketua Komisi III DPRD Kota Blitar Agus Junaedi, Asisten I Pemerintah Kota Blitar Setija Basuki, serta Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Muhson secara mendadak meninjau lokasi proyek itu pada Kamis, 27 November 2014. "Kami mengikuti sidak itu," kata Noormalady, salah satu wartawan.
Saat rombongan itu berjalan beriringan menuju tempat proyek, tiba-tiba beberapa laki-laki dengan sigap menghadang langkah wartawan. Tanpa banyak bicara, mereka menarik tubuh dan tas para wartawan itu dari belakang. Salah seorang wartawan bahkan diseret paksa ke luar lokasi proyek. Noormalady juga nyaris terjengkang ketika ditarik dengan kasar saat mengambil gambar. (Baca berita lainnya: Jurnalis Malang Kecam Kebrutalan Polisi Makassar)
Meski sempat beradu mulut, para preman itu berhasil mengusir wartawan. Keributan itu tidak dihiraukan oleh pejabat dan anggota Dewan yang tengah melakukan sidak. Bahkan dengan santai mereka melanjutkan langkah ke dalam pasar tanpa sedikit pun membela wartawan.
Saat dimintai pendapat, Agus Junaedi malah membela sikap preman. Menurut dia, wartawan memang harus meminta izin dulu kepada pemilik proyek bila ingin meliput. Jika berkeberatan, pemilik proyek berhak mengusir wartawan. "Prosedurnya memang begitu," katanya enteng. (Baca: Didemo Wartawan, Kapolresta Blitar Buru-buru Pergi)
Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen Kediri Aguk Fauzul mengutuk pengusiran wartawan tersebut. Menurut dia, siapa pun, apalagi preman, tak berhak melarang wartawan meliput kegiatan pemerintah. Apalagi dana yang digunakan untuk membangun pasar itu berasal dari negara sehingga wajib diawasi oleh publik.
Aguk juga mempertanyakan sikap pemilik proyek yang mengerahkan preman untuk menjaga lokasi tersebut. Hal ini semakin menguatkan indikasi dugaan penyimpangan dalam pengerjaan pasar itu. "Herannya lagi, mengapa rombongan pejabat dan Dewan mendiamkan saja ketika wartawan dikasari," katanya.(Baca pula: Direktur Novanto Center Ancam Wartawan Tempo)
HARI TRI WASONO
Berita Terpopuler:
Boy Sadikin Diusulkan Jadi Pendamping Ahok
Jokowi ke Meranti, Warga Setempat Terharu
KPK: Kalau Saham BCA Anjlok, Itu Risiko
Elite Golkar: Ical Pengecut
Agung Laksono: Aburizal-Akbar Duet Maut