TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, menyalahkan Dewan Perwakilan Rakyat di balik kebijakan Presiden Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi tanpa berkonsultasi dengan lembaga legislatif tersebut. Musababnya, kata Ruhut, DPR masih terbelah dalam dua koalisi besar. (Baca: PDIP Curiga Interpelasi BBM untuk Jatuhkan Jokowi)
Ruhut menuturkan wajar saja bila pemerintahan Jokowi emoh rapat konsultasi dengan Dewan karena kisruh yang berlarut-larut. Ia mengharap DPR introspeksi diri. "Pemerintah Jokowi sudah kerja, kerja, kerja, tapi Dewan masih berkelahi," ujar Ruhut kepada Tempo di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 19 November 2014. (Baca: Ruhut: Lawan Jokowi, DPR Gantung Diri)
Menurut Ruhut, Jokowi orang yang taat hukum. Tak mungkin Jokowi tak berkordinasi dengan Dewan sebelum menggagas kebijakan. "Ini salah DPR. Jangan salahkan orang lain," katanya. Andai DPR mengajukan hak interpelasi, Ruhut optimistis Jokowi dan menteri bisa menjelaskan kebijakan pengurangan subsidi BBM melalui skema kenaikan BBM itu. "Rakyat bersama Jokowi." (Baca: BEM Indonesia Akan Turunkan Jokowi)
Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM sebesar Rp 2.000 per liter untuk jenis Premium dan solar pada Senin malam, 17 November 2014. Kenaikan harga ini diklaim sebagai usaha pemerintah meningkatkan pemanfaatan anggaran belanja, dari sektor konsumtif ke produktif. (Baca: Subsidi BBM ke Sektor Produktif, Ekonom UGM: Bohong)
Harga Premium yang semula Rp 6.500 naik menjadi Rp 8.500, dan solar dari Rp 5.500 jadi Rp 7.500. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menuturkan penghematan subsidi dilakukan karena kenaikan harga BBM membuat pemerintah mampu menghemat anggaran subsidi hingga Rp 120 triliun mulai tahun depan. (Baca: Ibas Bandingkan Kenaikan BBM Era SBY dan Jokowi)
MUHAMMAD MUHYIDDIN
Baca Berita Terpopuler
Ruhut: Lawan Jokowi, DPR Gantung Diri
Cerita Tes Keperawanan yang Bikin Polwan Pingsan
Amien, Mantan Petinggi KPK, Pimpin SKK Migas
Tes Keperawanan Polwan Bikin Heboh Polri
Cerita Dewi yang Dipaksa Jadi 'Bunglon' oleh Negara