TEMPO.CO, Palembang - Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Pemerintah Sumatera Selatan Musni Wijaya mengatakan berencana membangun bandar udara khusus penanganan pasca-bencana alam. Sumatera Selatan adalah provinsi yang rawan bencana seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung, dan kabut asap.
"Bandara ini akan dibangun di Kabupaten Lahat," katanya di Palembang, Rabu, 19 November 2014.
Musni menuturkan rencana pembangunan tersebut sudah cukup lama digulirkan namun selama ini masih terkendala persoalan dana. Namun seiring semakin tingginya tingkat bencana di daerah itu, Musni menjamin tahun depan Bandara di Lahat sudah dapat dibangun.
"Nantinya dari Lahat bantuan akan mudah disalurkan ke daerah terdekat termasuk ke provinsi tetangga," ujar Musni. Dengan demikian dari 17 kabupaten dan kota yang ada di daerah ini, hampir seluruhnya telah memiliki bandara. Bandara tersebut berada di Palembang, Pagar Alam, Lubuk Linggau, Sekayu, Ranau OKU Selatan, Baturaja.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho membenarkankan Sumatera Selatan termasuk daerah rawan bencana. Selain itu, BNPB mencatat bencana alam seperti banjir dan tanah longsor juga terjadi di Jambi, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimanatan. "Di Sumatera Selatan tidak hanya asap akan tetapi bisa juga banjir dan tanah longsor."
Baca Juga:
Menurutnya, akhir November hingga Februari tahun depan merupakan puncak dari musim hujan. Sehingga warga di Sumatera Selatan dan daerah lainnya wajib mewaspadai dampak buruk dari musim hujan.
Saat ini, ada 61 juta jiwa penduduk yang tinggal di 315 kabupaten/kota yang berada di daerah bahaya banjir. Pendistribusian bantuan melalui udara merupakan elemen penting dalm mengurangi dampak dari bencana. "Karena biasanya akan muncul pengungsi dan juga banyak orang membutuhkan makanan dalam waktu yang singkat."
PARLIZA HENDRAWAN
Berita Lain
BEM Indonesia Akan Turunkan Jokowi
Ceu Popong Ajukan Pertanyaan 'Bodoh' di Paripurna
Subsidi BBM ke Sektor Produktif, Ekonom UGM: Bohong
Ibas Bandingkan Kenaikan BBM Era SBY dan Jokowi