TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X menolak menyampaikan petuah-petuah untuk mendamaikan dua kubu politik yang bersitegang, yakni koalisi pro-Jokowi versus pro-Prabowo. Alasannya, Sultan bukan politikus.
“Nanti (pernyataan) saya disalahgunakan sama yang salah satu kubu. Enggak mau saya,” kata Sultan singkat, Jumat, 10 Oktober 2014.
Koalisi pro-Prabowo merebut kursi pimpinan MPR setelah meraih 347 suara dalam voting. Mereka mengalahkan kubu Jokowi yang mendapat 330 suara. Koalisi pro-Prabowo sukses mendudukkan Ketua Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan sebagai Ketua MPR. (Baca juga: Kalah di MPR, Koalisi Jokowi Vs Prabowo 0-5)
Selain Zulkifli, paket pimpinan MPR diajukan kubu Prabowo yang menang dalam voting terdiri atas Mahyuddin (Partai Golkar), Evert Erenst Mangindaan (Partai Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS), dan Oesman Sapta (DPD). Mereka akan memimpin MPR selama lima tahun ke depan.
Persaingan politik antara koalisi pro-Prabowo dan pro-Jokowi terjadi sejak pengesahan mekanisme voting untuk memilih paket pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Aturan itu dimuat dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Kemudian, disusul soal pengesahan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD dan dominasi sebagai pimpinan DPR.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Berita lain:
Ahok Minta Polisi Usut Penyandang Dana Aksi FPI
Dukungan buat Timnas U-19 Tembus 40 Juta
PAN Ogah Ikuti Hashim Jegal Jokowi