TEMPO.CO, Malang--Mayoritas penderita gangguan jiwa berat atau orang dengan skizofrenia (ODS) ditangani dengan tindakan pemasungan. Pemasungan sebenarnya melanggar hak asasi manusia. Hal ini terjadi akibat ketidaktahuan masyarakat dalam menangani mereka.
Direktur Rumah Sakit Jiwa dr Radjiman Wediodiningrat (RSJ Lawang) Bambang Eko Sunaryanto mengatakan, dalam tiga bulan terakhir RSJ Lawang menerima laporan 12 kasus pemasungan atas diri penderita skizofrenia. Pihak keluarga kemudian membawa ODS ke RSJ Lawang dan Rumah Sakit Umum Sjaiful Anwar di Kota Malang serta RSJ Menur dan Rumah Sakit Umum dr Soetomo di Surabaya untuk ditangani.
"Di Sjaiful Anwar dan RSUD Soetomo ada psikiater yang khusus menangani penderita gangguan jiwa. Kami yakin jumlah orang yang dipasung lebih banyak dari laporan yang kami terima," kata Eko kepada Tempo seusai peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Jumat, 10 Oktober 2014. (Baca juga: Pasien Sakit Jiwa di Jakbar Boleh Ikut Pilpres)
Sebagai pembanding, menurut Eko, di wilayah Kabupaten Malang sempat muncul 81 kasus pemasungan atas diri orang dengan skizofrenia yang dilakukan keluarganya. Namun, dengan berbagai pendekatan, akhirnya kini jumlah ODS yang dipasung berkurang dan tinggal sekitar 30 kasus. Selebihnya dilepas karena mereka terbukti mengalami gangguan jiwa tanpa risiko.
Dalam banyak kasus, keluarga lebih suka memasung ketimbang membawa ODS ke rumah sakit lantaran khawatir membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Pemasungan dilakukan karena keluarga malu punya ODS yang dianggap oleh masyarakat sebagai aib. (Baca: 764 Orang Gila Dipasung di Jatim)
"Pemahaman yang ditindaklanjuti dengan pemasungan itu sebuah kekeliruan. Masyarakat memang harus terus diedukasi bahwa tidak semua gangguan jiwa itu berbahaya. Pemahaman yang paling keliru adalah menyamakan ODS dengan orang gila dan mengaitkannya dengan hal-hal supranatural," kata Eko.
RSJ Lawang sendiri kini merawat sekitar 609 pasien atau 87 persen dari kapasitas 700 tempat tidur. Mayoritas pasien berasal dari Malang, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Blitar, Kediri, Tulungagung, dan Trenggalek.
Umumnya mereka berprofesi sebagai petani, pekerja serabutan, dan ibu rumah tangga. Rata-rata penyebab mereka dikirim ke rumah sakit jiwa karena masalah kemiskinan.
Dokter Yuniar Sunarko, Kepala Bidang Pelayanan Medik merangkap Kepala Instalasi Psikogeriatri menambahkan, pasien yang ditangani RSJ Lawang dibagi dalam dua kelompok, yakni orang dengan masalah kejiwaan (OMDK) dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Pengelompokan ini berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Dari seluruh pasien, memang ODGJ yang terbanyak. (Baca pula: Pamekasan Hapus Anggaran untuk Orang Gila)
ABDI PURMONO