TEMPO.CO, Yogyakarta - Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta siap bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk menelusuri 181 transaksi keuangan yang mencurigakan. “Apalagi jika ada indikasi pencucian uang," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta Purwanta Sudarmadji, Ahad, 5 Oktober 2014.
Sebelumnya di Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, mengutip laporan PPATK, Ketua PPATK Muhammad Yusuf menyebutkan, dari 367 transaksi, 181 di antaranya terindikasi ada tindak pidana. Namun Muhammad tidak menyebutkan nama-nama pemilik rekening yang mencurigakan itu.
Pernyataan Muhammad itu direspons aktivis antikorupsi Jogja Corruption Watch yang mendesak Kejaksaan Tinggi DIY bergerak cepat menyikapi temuan yang telah diserahkan PPATK akhir pekan lalu itu. "Jangan sampai Kejaksaan terlalu lama lagi mengusut dan membuat barang bukti hilang, sehingga menyulitkan pengusutan kasus," ujar aktivis JCW yang juga anggota Forum Pemantau Independen Kota Yogyakarta, Baharuddin Kamba.
Kamba menuturkan terlalu banyak isu strategis ihwal dugaan penyimpangan yang selama ini sulit diungkap karena lambatnya penanganan. Misalnya, awal tahun lalu di Kota Yogyakarta dikejutkan dengan temuan kasus dugaan korupsi pengadaan fasilitas peneduh atau pergola senilai Rp 5 miliar yang ikut menyeret sejumlah nama pejabat pemerintah.
Biasanya, menurut Kamba, potensi korupsi itu cukup besar, dan sebagian besar menyentuh proyek fisik, pengadaan barang dan jasa, pemanfaatan ruang, perizinan, serta pengelolaan ruang dan lahan. Di wilayah perkotaan, tutur Kamba, bisa dilihat dari dinamika masyarakat yang menilai sebuah proyek dikategorikan kacau. "Perlu segera ditelusuri profil pejabat dan kerabat atau keluarganya yang selama ini menguasai dinas-dinas basah itu," katanya.
MUH SYAIFULLAH | PRIBADI WICAKSONO