TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan telah beberapa kali menjalin komunikasi dengan presiden terpilih, Joko Widodo, untuk menjajaki kemungkinan Demokrat bergabung dalam pemerintahan atau koalisi pendukung Jokowi (Indonesia Hebat) di Dewan Perwakilan Rakyat.
Pernyataan ini diungkapkan SBY saat memberikan pembekalan kepada kader partainya di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa, 30 September 2014. "Beliau menyampaikan bahwa ada tawaran dari Pak Jokowi," kata politikus Demokrat yang hadir saat pembekalan itu kepada Tempo, kemarin. (Baca: Ajukan Paket Pimpinan DPR, PDIP Lobi Demokrat)
Menurut politikus ini, SBY menyebut komunikasi dengan Jokowi dilakukan secara langsung. "Beliau sudah lima kali bertemu dengan Pak Jokowi," katanya. Namun, ujar dia, SBY tak menjelaskan detail tawaran yang diajukan Jokowi. "Itu tak dijelaskan."
Selain mengungkapkan tawaran dari Jokowi, dalam pertemuan itu, SBY juga menyebutkan tawaran yang diajukan koalisi pendukung Prabowo Subianto (Koalisi Merah Putih) kepada Demokrat. Tawaran itu berupa kursi pimpinan DPR dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2014-2019. Menurut politikus yang tak mau menyebutkan namanya itu, SBY belum mengiyakan atau menolak tawaran tersebut. "Kan belum konkret juga tawarannya," tuturnya. (Baca: Perpu Pilkada, Demokrat Minta PDIP Tidak Kaku)
Meski belum mengambil keputusan, SBY tetap membuka peluang partainya menerima satu di antara dua tawaran itu. "Beliau menyatakan siap bekerja sama dengan siapa pun sepanjang itu untuk kepentingan rakyat," ujar si politikus. Jika kelak memutuskan menerima satu di antaranya, kata dia, SBY tetap ingin Demokrat berada di posisi tengah. "Kami tak masuk ke Koalisi Merah Putih atau Indonesia Hebat."
Wakil Ketua Umum Demokrat Max Sopacua menganggap wajar jika SBY tetap membuka peluang partainya menerima kursi pimpinan parlemen yang ditawarkan koalisi pendukung Prabowo atau Jokowi. "Tidak ada hal yang aneh di situ." (Baca: SBY: Demokrat Perjuangkan Pilkada Langsung)
Menurut dia, pemberian jatah kursi pimpinan parlemen untuk Demokrat berkaitan dengan syarat yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Undang-Undang MD3.
Beleid itu mengharuskan kursi pimpinan parlemen dipilih melalui paket-paket yang membuat sejumlah partai di Senayan bergabung untuk mengisi paket tersebut. "Persoalannya bukan apa-apa, Undang-Undang MD3 kan mengarah ke sana," ujar Max.
Koalisi Merah Putih telah berkomitmen memberikan kursi Ketua MPR dan pimpinan DPR kepada Demokrat. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Golongan Karya Fadel Muhammad, hal itu dilakukan setelah Koalisi Merah Putih melihat langkah walk-out atau netral Demokrat dalam pengesahan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. "Nantinya, Demokrat di MPR," kata Fadel, Ahad, 28 September 2014.
Lolosnya UU Pilkada membuat Koalisi Merah Putih di parlemen, yang terdiri atas Partai Golkar, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan, kian optimistis merealisasi kontrak politik yang telah mereka teken Juli lalu. Dalam kontrak itu, mereka akan mengambil setiap kursi pimpinan dan alat kelengkapan DPR periode baru.
PRIHANDOKO | RIKY FERDIANTO
Baca juga:
Kontras Minta Polisi Usut Kekerasan di Wongsorejo
Wali Kota Mojokerto Kritik Kurban Berbentuk Uang
Agustus, RI Alami Defisit Perdagangan Keempat
Relokasi Korban Sinabung Terhambat Perizinan