TEMPO.CO, Sidoarjo - General Manager Merpati Pilot School Novi Isnu Rianto mengatakan penerbangan tunggal yang dilakukan Haris Yondi Adzakarahman, 21 tahun, sudah sesuai dengan silabus pendidikan di sekolah tersebut. "Salah satu materinya memang solo fly," katanya, Sabtu, 20 September 2014.
Menurut Novi, setiap siswa wajib menyelesaikan penerbangan selama 50 jam. Penerbangan tersebut terbagi menjadi solo fly sebanyak 20 jam serta penerbangan dipandu instruktur 30 jam. "Almarhum saat itu sedang menjalani wajib terbang solo fly 20 jam," katanya. (Baca berita sebelumnya: Siswa Tewas, Merpati Pilot School Dibekukan )
Novi Rianto menambahkan, Merpati Pilot School memiliki empat pesawat latih jenis Cessna PK-MSN buatan 1980-an. Walau sudah tergolong uzur, kondisinya dinilai masih layak terbang. Dua di antara pesawat latih itu sedang dipakai pendidikan serupa di Jakarta, sehingga hanya dua unit yang ada di Merpati Pilot School Sumenep.
Pesawat yang dipiloti Haris, ujar Novi, sebenarnya sudah sering digunakan oleh siswa-siswa lain karena dipakai bergantian setiap jam. "Ketika digunakan oleh teman-teman Haris, pesawat itu lancar, tidak ada kendala apa pun," katanya.
Novi enggan menduga-duga penyebab jatuhnya pesawat karena sedang diselidiki oleh petugas Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang telah turun ke lokasi kejadian, di Desa Marengan Daya, Sumenep, atau sekitar 1 kilometer dari Bandar Udara Trunojoyo. "Dugaan sementara pun kami tidak berani menjelaskan. Kita tunggu saja kejelasannya setelah KNKT melakukan penyelidikan," katanya.
Menurut informasi, saat pesawat menghunjam tanah, terdengar dentuman cukup keras. Warga yang ada di sekitar lokasi berusaha menolong Haris, yang diketahui masih hidup. Namun, dalam perjalanan ke Rumah Sakit Daerah Moh. Anwar, Sumenep, Haris mengembuskan napas terakhir. (Baca juga: Pilot Pesawat Latih Merpati Dimakamkan di Sidoarjo )
MOHAMMAD SYARRAFAH