TEMPO.CO , Depok:Diperkirakan ada lebih dari 100 orang Indonesia yang berangkat berjihad bersama Negara Islam Irak dan Suryah (ISIS) di wilayah yang dikuasai ISIS. (Baca: Terduga Anggota ISIS Pernah Nyantri di Tebuireng) Namun, yang tercatat resmi oleh pemerintah hanyalah 53 orang. Menurut Diretur IPAC, Sidney Jones, jihadin itu akan menjadi ancaman besar bagi Indonesia ketika mereka kembali. Bahkan ancaman itu lebih tinggi dari yang dilakukan mantan jihadin Afganistan.
"Mereka akan membawa pemahaman baru, ini sangat berbahaya," kata Jones dalam seminar "ISIS dan Dinamika Perkembangan Mutakhir Terorisme di Indonesia" di gedung H Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Rabu, 17 September 2014.
Karena itu, Jones meminta pemerintahan baru Indonesia yang dipimpin terpilih presiden Joko Widodo harus memikirkan masalah ini matang-matang. Bagaimana 2 tahun ke depan para jihadin itu kembali ke Indonesia. "Ini PR pemerintah baru."
Kemungkinan besar para mujahid itu (Baca: 2 Orang yang Ditangkap Densus 88 Warga Lambara) akan menularkan pemahaman mereka lebih luas di Indonesia. Akan lebih baik, kata dia, jika setiap bom bunuh diri itu hanya menewaskan pelakunya saja. Tapi jika bom bunuh diri menggapai sasarannya akan merepotkan.
Jones mengkritisi imigrasi Indonesia yang masih lemah. Seharusnya, orang-orang bermasalah itu harus didata semua sehingga bisa dicekal saat hendak keluar masuk negara. "Pendataan di Indonesia sekarang tidak terlalu kuat, karena orang-orang ekstrimisme bisa keluar masuk."
Untuk mencegah hal-hal buruk. Pemerintah juga harus mendekati jika ada mantan pejuang yang pulang ke Indonesia. Kemudian, pemahamannya yang radikal dikurangi sedikit demi sedikit. Pendekatannya harus secara menyeluruh. "Pendekatan bisa dengan keluarganya."
ILHAM TIRTA
Terpopuler
Ini Daftar Kandidat Kuat Pengisi Kabinet Jokowi
Jokowi Siapkan 2 Pos Menteri untuk Partai KMP
Artidjo: Luthfi Lakukan Korupsi Politik
Malam Ini, JK Temui Jokowi Bahas Kabinet