TEMPO.CO, Jakarta: Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin, mengatakan konflik agraria muncul akibat tindakan intimidasi dan kriminalisasi kepada para petani dan kaum adat.
"Mereka di bawah ancaman untuk menyerahkan tanahnya," kata Iwan ketika ditemui di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Selasa, 9 September 2014. (Baca: Ribuan Hektare Tanah Telantar Akan Dibagikan)
Maka dari itu, KPA bersama dengan Komnas HAM dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sepakat untuk mendesak pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk membentuk lembaga khusus yang menangani konflik agraria.
"Penyelesaian konflik agraria harus menjadi prioritas pemerintahan Jokowi dalam 100 hari pertama," kata Dianto Bachriadi, Wakil Ketua Komnas HAM. (Baca: Porsi Kredit untuk Pertanian Hanya 5,2 Persen)
Dianto mengatakan pemerintah Jokowi perlu membentuk sebuah lembaga yang bersifat ad hoc untuk menyelesaikan konflik agraria secara menyeluruh. "Lembaga ini nantinya berada langsung di bawah wewenang presiden agar segala keputusan dapat mengikat ke bawah," kata Dianto.
Lembaga ini, kata Dianto, berfungsi memulihkan hak-hak korban konflik agraria yang terjadi di masa lalu dan saat ini, sekaligus mencegah terjadinya konflik agraria.
Senada dengan Dianto, Direktur Eksekutif Walhi Indonesia Abet Nego Tarigan mengatakan hal serupa.
"Pemerintah Jokowi harus memprioritaskan penyelesaian konflik agraria jika tidak mau kehilangan legitimasi dari rakyat," kata Abet.
DEVY ERNIS
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK | Jero Wacik | Polisi Narkoba | Pilkada oleh DPRD | IIMS 2014
Berita terpopuler lainnya:
UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur
Temui Mega, Risma Tak Bersedia Jadi Menteri Jokowi
Begini Cara Jack The Ripper Membunuh Korbannya
Naked Sushi, Makan Sushi di Tubuh tanpa Busana
Ketemu Sudi Silalahi, Rini Minta Maaf