TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Universitas Indonesia, Refly Harun, mengatakan fokus utama pertimbangan majelis hakim Mahkamah Konstitusi adalah pada absennya definisi konkret dari pelanggaran pemilu presiden yang terstruktur, sistematis, dan masif.
"Hasil keputusan gugatan sengketa hasil pemilu presiden tergantung pada subjektivitas hakim," ujar pakar hukum tata negara Universitas Indonesia, Refly Harun, kepada Tempo, soal sidang gugatan sengketa pemilu presiden 2014, Jumat, 15 Agustus 2014. (Baca: Saksi Ahli Prabowo Tuding KPU Tidak Etis)
Karena itulah, Refly mengatakan hakim adalah pihak yang memegang kunci di kasus ini. "Mereka (hakim) bisa saja bikin keputusan yang menghebohkan," katanya. Menghebohkan yang dimaksudkan Refly adalah ketika hakim menerima gugatan Prabowo-Hatta. "Kalau menurut saya secara objektif, gugatan besar kemungkinan ditolak," katanya
Refly mengatakan pembuktian saksi-saksi penggugat, yaitu dari kubu pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, tidak kuat. Kesaksian dan pembuktian penggugat, Refly menambahkan, seperti gugatan kosong. (Baca: Setelah Putusan MK, Jokowi Akan Bertemu SBY)
Dia mengaku tidak melihat pembuktian yang kuat terhadap gugatan klaim kemenangan suara 50,26% suara yang diklaim Prabowo-Hatta. Dia juga berpendapat sama tentang gugatan pelanggaran pelaksanaan pemilu yang dituduhkan kepada KPU.
Secara terpisah, politikus Partai Golkar, Ruhut Sitompul, mengaku optimistis gugatan akan ditolak. Dia mengatakan profesionalisme hakim MK sudah lebih baik. "Terlepas dari kasus Akil Mochtar," kata dia.
ANDI RUSLI
Berita Terpopuler:
Mengapa Pendukung Prabowo Berani Mengancam?
Lima Peran Robin Williams yang Tak Terlupakan
Rute Pendukung ISIS dari Indonesia Menuju Suriah
Sultan Yogya: ISIS Itu Kegagalan Memahami Islam
Chelsea Dapatkan Bek Roma, MU Gigit Jari Lagi