TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar menyatakan pihaknya tak bisa asal menangkap anggota Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) atau Negara Islam Irak dan Suriah di Indonesia. Alasannya, penangkapan para anggota maupun perekrut ISIS tersebut harus ada dasar hukumnya. (Baca: Cegah ISIS, Menteri Agama Kumpulkan Ormas Islam)
"Sekarang mereka masih sebatas simpatisan. Belum terkait dengan aksi-aksi perbuatan melanggar hukum unsur-unsur subyektif dan obyektif," kata Boy di kantor Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Sabtu, 9 Agustus 2014. Penangkapan anggota ISIS bisa dilaksanakan bila ada aktivitas terorisme. Kalau tidak ada, ujar dia, tak ada dasar hukum untuk menangkap. (Baca: Tangkal ISIS, Polisi Bakal Turun ke Sekolah)
Boy mengatakan seperti halnya penangkapan dua orang terduga anggota ISIS di Ngawi tadi malam, 8 Agustus 2014, oleh tim Detasemen Khusus 88. Dua orang itu membawa pistol dan beberapa buku tentang jihad. Penyebab lain, keduanya merupakan anak buah teroris jaringan Santoso.
Boy menyatakan untuk penangkapan perekrut ISIS di Indonesia tinggal menunggu waktu. "Mereka diwaspadai. Silakan berbicara, ini negara demokrasi. Ketika melanggar hukum, kami baru melakukan penangkapan," ujarnya. Menurut Boy, pengikut ISIS di Indonesia merupakan teroris yang sudah menjalani tahanan.
Gerakan ISIS di Indonesia mulai muncul sejak bulan lalu. Belakangan, muncul video ajakan untuk masuk ISIS di YouTube yang tersebar di Indonesia. Bahkan sudah ada beberapa pembaiatan di sejumlah daerah. Abu Bakar Ba'asyir, terdakwa terorisme yang sedang mendekam di Nusakambangan, pun dikabarkan telah membaiat 20-an narapidana terorisme untuk bergabung dengan ISIS.
LINDA TRIANITA
Baca juga:
Yuk, Kenali Gejala Penyakit Ginjal
Pasukan AS Gempur Pertahanan ISIS di Irak
Tangkap Aktivis ISIS, Densus Sita 21 Peluru
Bupati Bogor Minta KPK Usut Cahyadi Kumala