TEMPO.CO, Jakarta - Pada akhir masa jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo melakukan kunjungan kerja perdana ke Tempat Pelelangan Ikan Muara Kamal, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat, 8 Agustus 2014. "Memang, di antara lima pelabuhan, saya baru pertama kali ke sini. Tapi Joko Widodo dan Ahok juga belum pernah ke sini. Betul, enggak?" kata menteri yang sehari-hari dipanggil Cicip itu.
Pertanyaan Cicip sontak dibalas oleh para nelayan yang hadir dalam acara tersebut. "Betul," seru mereka kompak.
Dalam kunjungan kerja itu, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Darjamuni turut menyampaikan aspirasi perihal kebutuhan nelayan Muara Kamal akan stasiun pengisian bahan bakar/solar packed dealer nelayan (SPDN). "Kami cemburu karena TPI Muara Angke dan Cilincing sudah punya SPDN sendiri," ujar Darjamuni. (Baca:Solar untuk Nelayan Dihemat 140 Ribu Kiloliter)
Pemilik Koperasi Sinar Laut sekaligus koordinator nelayan Muara Kamal, Yulla, mengatakan selama ini nelayan Muara Kamal terpaksa membeli solar bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum di Tangerang. "Harga beli solar bersubsidi yang dibeli dari Tangerang tetap Rp 5.500 per liter. Tapi kami kena tambahan harga distributor, sehingga harganya menjadi Rp 8.000 per liter," kata Yulla.
Pada kesempatan yang sama, Cicip menyerahkan bantuan paket sembako kepada 15 kelompok usaha bersama yang nantinya dibagikan kepada para nelayan Muara Kamal.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah meminta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas menghitung ulang jatah solar bersubsidi yang bisa dikonsumsi nelayan. Sebab, ada potensi monopoli pembelian solar oleh nelayan dengan kapal di atas 30 gros ton (GT). "Meskipun ada edaran agar mengutamakan nelayan di bawah 30 GT, tapi di lapangan itu first come first get, siapa duluan dia dapat," kata Direktur Jenderal Perikanan Tangka, Gellwyn Jusuf saat ditemui seusai acara halalbihalal, Rabu, 6 Agustus 2014. (Baca:Jatah Solar Nelayan Banyuwangi Tak Dikurangi )
Menurut Gellwyn, dengan perhitungan yang pasti, minimal konsumen di lapangan yang terdiri atas kapal di bawah 30 GT, di atas 30 GT, hingga 100 GT yang selama ini juga mendapat jatah BBM bersubsidi, tidak berebut. "Ini mesti benar-benar dijaga mekanismenya. BPH Migas dan Pertamina bisa enggak menjamin yang kecil ini benar-benar dapat, karena ini crowded sekali," katanya.
PAMELA SARNIA | AYU PRIMA SANDI
Baca juga:
Kisah Pocong di Foto Syahrini Saat Umrah
5 Gugatan Prabowo yang Dipertanyakan Hakim MK
Orang Kaya Baru Indonesia Tersebar di Pedalaman
Merasa Kecewa, Pendukung Prabowo Pindah Dukungan